by Dr. Steven E. Liauw, Graphe International Theological Seminary
Hal utama yang membedakan organisasi Menara Pengawal (Watchtower) dengan kekristenan pada umumnya adalah pengajaran mereka tentang Allah, Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Ini bukanlah isu yang kecil atau sekedar suatu topik sampingan. Kepercayaan seseorang tentang Allah, Yesus Kristus, dan Roh Kudus, adalah inti dari imannya dan akan mempengaruhi masa depannya dalam kekekalan. Oleh karena itu, penting sekali untuk memastikan pengajaran Alkitab mengenai hal-hal ini.
Organisasi Menara Pengawal menolak doktrin Tritunggal. Mereka menyebarkan konsep bahwa doktrin Tritunggal barulah muncul ratusan tahun setelah para Rasul, yaitu melalui Konstantin dalam Konsili Nicea. Berbarengan dengan penolakan mereka terhadap doktrin Tritunggal, mereka juga menolak bahwa Yesus Kristus adalah Allah yang Mahakuasa yang sejajar dengan Bapa. Sebaliknya, mereka mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah ciptaan yang paling pertama. Menara Pengawal mengajarkan bahwa Yesus pada awalnya adalah makhluk roh yang diciptakan sama seperti malaikat-malaikat, yang lalu turun ke bumi menjadi manusia. Lebih lanjut lagi, mereka menolak Roh Kudus sebagai pribadi, melainkan menganggapNya hanya sekedar “tenaga aktif” Allah. (Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal? Pennsylvania: Watch Tower Bible and Tract Society, 1989)
Terkadang ada orang-orang yang pernah dikunjungi oleh Saksi Yehovah yang tidak tahu bahwa Saksi Yehovah mengajarkan Yesus bukanlah Tuhan dan Allah. Ini karena Saksi Yehovah sangatlah pintar dalam pendekatan mereka kepada orang-orang Kristen yang belum mengenal mereka. Mengingat bahwa kebanyakan orang Kristen Yesus adalah Tuhan dan Allah, Saksi Yehovah sering masuk melalui isu-isu lain, seperti moralitas, langit dan bumi baru, keadilan di bumi, dan topik-topik lainnya dengan bantuan majalah-majalah mereka yang berwarna-warni dan menarik bagi mereka yang tidak berhati-hati.
Barulah setelah individu yang bersangkutan tertarik dengan ajaran Menara Pengawal ini, mereka melakukan “pembelajaran,” dan di sanalah doktrin-doktirn Menara Pengawal perlahan-lahan diajarkan. Dalam menyebarkan doktrin mereka ini, Menara Pengawal juga menggunakan Alkitab untuk mendukung pengajaran mereka. Tetapi kita tidak perlu heran bahwa Menara Pengawal memakai Alkitab, karena Iblis pun menggunakan Kitab Suci saat mencobai Tuhan Yesus. Hanya saja, Iblis menggunakan Kitab Suci secara salah dan di luar konteks. Demikian juga dengan Menara Pengawal.
Mereka termasuk dalam golongan yang disinggung oleh Rasul Petrus: “orang-orang yang tidak memahaminya [tulisan Paulus] dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya [tulisan Paulus/Kitab Suci] menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain [bagian-bagian lain Kitab Suci]” (2 Pet. 3:16).
Menara Pengawal bisa saja mengambil satu atau dua ayat, yang jika ditafsirkan terisolasi dari bagian Kitab Suci lain, seolah-olah mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah ciptaan, namun penafsiran seperti ini akan bertentangan dengan keseluruhan kesaksian Alkitab yang sedemikian jelasnya. Salah satu ciri khas dari bidat atau pengajaran sesat adalah mengambil beberapa ayat, lalu menafsirkannya secara bertentangan dengan konteks Alkitab secara keseluruhan. Bagi orang-orang “Kristen” KTP yang tidak mengerti kebenaran, adanya beberapa ayat yang dikutip ini, membuat Menara Pengawal seolah-olah benar. Padahal, tidak demikian konteks perikop maupun konteks keseluruhan Alkitab. Sayangnya ada cukup banyak “kristen-kristenan” yang demikian, yang sering menjadi makanan empuk para penyebar Menara Pengawal.
Nah, marilah kita saat ini melihat apa pengajaran Alkitab mengenai Yesus Kristus dan Roh Kudus. Jika dapat dibuktikan bahwa Yesus Kristus adalah Allah, dan bahwa Roh Kudus juga adalah Allah, maka secara otomatis doktrin Tritunggal itu benar. Berikut ini akan dipaparkan bukti keilahian Yesus Kristus dalam Alkitab. Materi untuk ini sungguh banyak, karena inilah kesaksian seluruh Alkitab. Beberapa ayat atau perikop yang disalahgunakan oleh Menara Pengawal tidak dapat melawan keseluruhan Alkitab.
I. Keilahian Kristus
A. Yesus Menyatakan Diri Allah
Dalam buletin mereka Haruskah Anda Percaya Kepada Tritunggal?  Menara  Pengawal membuat pernyataan bahwa “Yesus tidak pernah mengaku  sebagai  Allah” (hal. 20). Ini adalah penyataan yang sangat-sangat salah  dan  bertujuan untuk menipu mereka yang tidak fasih Alkitab dan “percaya   begitu saja” dengan kata-kata organisasi Menara Pengawal.
1. Dengan menyebut diri Anak Allah
Yesus Kristus sering mengacu kepada diriNya sendiri dengan  sebutan  “Anak Allah,” misalnya di Matius 27:43. Para bidat, termasuk  Menara  Pengawal, mengatakan bahwa “Anak Allah” tidak sama dengan  “Allah.”  Tetapi harus diingat bahwa Yesus adalah seorang Yahudi dan  berbicara  dalam lingkungan Yahudi. Jika Yesus adalah seorang Yunani dan  berbicara  dalam lingkungan Yunani, tentu saja istilah “Anak Allah” dapat  mengacu  kepada pribadi lain selain Allah. Toh, dewa-dewi Yunani  digambarkan  sangat mirip dengan manusia, dan bahkan bisa memiliki  keturunan fisik  (anak). Tetapi Yudaisme memegang teguh Monoteisme.  Konsep bahwa Allah  dapat memiliki “anak” dari hubungan seksual dengan  “dewi” ataupun  “perempuan” sangatlah jauh dari pemikiran Perjanjian Lama  dan Yahudi.  Oleh karena itu, istilah Anak Allah sebenarnya mengacu  kepada  perwujudan dari Allah sendiri.
2. Dengan menyamakan diri dengan Bapa atau Allah
Jika ada yang ragu bahwa Yesus Kristus mengklaim diri Allah,  maka  seharusnya pernyataan Alkitab menjadi patokan dan otoritas  tertinggi.  Perhatikanlah kutipan dari Yohanes 10:30-33 berikut ini:  “'Aku dan Bapa  adalah satu.' Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil  batu untuk  melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka: 'Banyak pekerjaan  baik yang  berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan  manakah di  antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?' Jawab  orang-orang  Yahudi itu: 'Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau  melempari  Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena  Engkau,  sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah.'”
Jelas sekali keilahian Kristus ternyatakan dalam perikop di atas. Kata-kata Yesus sendiri amatlah kuat: “Aku dan Bapa adalah satu.” Inilah yang diajarkan oleh Alkitab, dan inilah sebabnya orang-orang Kristen percaya doktrin Tritunggal. Yesus dan Bapa adalah satu. Menara Pengawal mengklaim bahwa persatuan ini hanyalah dalam hal “tujuan” atau “tindakan.” Tetapi tidak ada pribadi lain yang mengklaim “satu dengan Allah,” padahal Paulus mengatakan memiliki “pikiran Kristus” (1 Kor. 2:16). Kalau “satu” yang dimaksud oleh Yesus hanyalah “satu” tujuan, maka Yesus tidaklah unik, dan orang Yahudi tidak perlu marah kepadaNya. Konteks langsung dari perikop ini, yaitu ayat-ayat sebelumnya, justru berbicara mengenai kuasa Bapa yang lebih besar dari siapa pun. Ayat 28 berkata bahwa tidak ada yang dapat merebut domba milik Yesus dari tangan Yesus. Ayat 29 menegaskan bahwa tidak ada yang dapat merebut mereka dari tangan Bapa, karena Bapa lebih besar dari siapapun. Tetapi pernyataan ini dilanjutkan dengan “Aku dan Bapa adalah satu”! Jadi, kesatuan Yesus dengan Bapa, minimal adalah kesatuan dalam kuasa!
Bukti lebih lanjut akan kesatuan Yesus Kristus dengan Bapa ada dalam pernyataan Yesus kepada Filipus dalam Yohanes 14:9, “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.” Dari pernyataan ini, jelaslah bahwa kesatuan antara Yesus dengan Bapa tidaklah sekedar kesatuan tujuan, melainkan jauh lebih dalam daripada itu. Melihat Yesus sama saja dengan melihat Bapa! Dan perhatikan bahwa Yesus bukan berbicara mengenai bentuk visual semata, melainkan juga sifat dan esensinya. “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu...”
Tidak ada hubungan antar-pribadi lainnya yang dapat mengatakan hal yang serupa. Bahkan kembar identik sekali-pun, tidak dapat saling menggantikan, karena selain masih ada perbedaan fisik yang kecil, tetapi sifat dan esensi dua individu pastinya berbeda. Pernyataan Yesus ini membuktikan bahwa Ia satu dengan Bapa dalam hal esensi, natur, derajat, dan kuasa.
Perhatikan bahwa orang-orang Yahudi pada saat itu, yang dapat melihat mimik muka, nada suara, dan informasi non-verbal lainnya, menyadari bahwa Yesus sedang menyamakan diri dengan Allah. Organisasi Menara Pengawal mengatakan bahwa orang-orang Yahudi salah mengartikan kata-kata Yesus. Tetapi jika demikian, seharusnya Yesus dapat menjelaskan dengan kata-kata yang terang: “Saya tidak sama dengan Allah Bapa.” Yesus sama sekali tidak membuat penyangkalan seperti itu, melainkan memperkuat klaim dirinya. Jika Menara Pengawal tidak mau percaya kepada penafsiran orang-orang Yahudi waktu itu, seharusnya mereka percaya kepada Kitab Suci. Dalam Yohanes 5:58, Rasul Yohanes menulis bahwa Yesus menyatakan “Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah.” Ini bukanlah interpretasi orang Yahudi, melainkan informasi yang diberikan oleh Roh Kudus melalui Rasul Yohanes. Ini adalah pernyataan Kitab Suci, yaitu bahwa Yesus “menyamakan diri-Nya dengan Allah.” Apakah Menara Pengawal percaya Kitab Suci? Mereka mengklaim demikian, dan sering berpura-pura demikian, tetapi pada kenyataannya, mereka lebih suka pada penafsiran dan doktrin mereka sendiri daripada pernyataan jelas dari Alkitab.
3. Dengan Menerima Penyembahan
Hukum pertama dan hukum kedua (Keluaran 20) menekankan bahwa  umat  beriman tidak boleh menyembah pribadi lain selain Allah. Tuhan  Yesus  sendiri mengajarkan prinsip yang sama, yaitu: “Engkau harus  menyembah  Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”  (Matius  4:10). Jadi, Yesus menyatakan keilahianNya ketika Ia menerima   penyembahan. Berulang kali dalam Injil tercatat bahwa Yesus disembah   atau menerima penyembahan.
Beberapa contoh di bawah ini memperlihatkan fakta tersebut.
“Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: "Salam bagimu." Mereka mendekati-
Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya.” (Matius 28:9)
“Katanya: "Aku percaya, Tuhan!" Lalu ia sujud menyembah-Nya.” (Yohanes 9:38)
“Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: "Sesungguhnya Engkau Anak
Allah."” (Mat. 14:33).
Para pengikut Menara Pengawal mencoba untuk mengelak dari kebenaran yang pahit bagi mereka ini dengan mengatakan bahwa kata “menyembah” yang ditujukan kepada Yesus Kristus tidak berarti “menyembah” sama sekali, melainkan hanyalah artinya “menghormati” atau “bersujud.” Tentunya cara berpikir demikian memperlihatkan bahwa mereka tidak serius mencari kebenaran, melainkan hanya pembenaran. Kata bahwa Yunani untuk “menyembah” adalah proskuneo, dan kata ini muncul 60 kali dalam Perjanjian Baru. Kata inilah yang dipakai untuk menyatakan “menyembah Allah” seperti dalam 1 Korintus 14:25, Wahyu 7:11, dan bahkan juga Matius 4:10. Jadi, kata yang sama yang menyatakan penyembahan kepada Allah dipakai juga untuk menyatakan penyembahan kepada Kristus. Jika dalam Matius 4:10 dikatakan bahwa seseorang haruslah hanya proskuneo kepada Tuhan Allah, di ayat-ayat lain dicatat peristiwa orang-orang proskuneo terhadap Yesus. Mungkin ada pula yang berkata bahwa penyembahan terhadap Yesus dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengerti kebenaran. Tetapi poin yang penting adalah bahwa Yesus menerima penyembahan tersebut. Jika benar bahwa Yesus bukan Allah, maka Ia tidak boleh disembah; dan ketika ada yang berusaha menyembah Dia, maka seharusnya Yesus mencegahnya. Demikianlah yang dilakukan oleh Petrus, dan bahkan oleh malaikat di Surga.
“Ketika Petrus masuk, datanglah   Kornelius menyambutnya, dan sambil tersungkur di depan kakinya, ia   menyembah Petrus. Tetapi Petrus menegakkan dia, katanya: "Bangunlah, aku   hanya manusia saja."” (Kis. 10:25-26).
“Maka tersungkurlah aku di depan kakinya untuk menyembah dia, tetapi ia   berkata kepadaku: "Janganlah berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama   dengan engkau dan saudara-saudaramu, yang memiliki kesaksian Yesus.   Sembahlah Allah! Karena kesaksian Yesus adalah roh nubuat."” (Wahyu   19:10).
Petrus, walaupun seorang Rasul yang hebat, bukanlah Tuhan Allah, sehingga tidak mau menerima penyembahan. Ini adalah sikap yang benar. Malaikat si Surga sekalipun, tidak berani menerima penyembahan. Tetapi, Yesus Kristus menerima penyembahan. Bahkan ketika ada yang ragu untuk menyembah-Nya, Ia menguatkan mereka dengan berkata bahwa Ia memiliki segala kuasa di langit dan di bumi (Matius 28:17-18). Dan jika masih ada yang ragu, Allah Bapa sendiri memerintahkan agar para malaikat menyembah Yesus. “Semua malaikat Allah harus menyembah Dia” (Ibrani 1:6). Tentu ini akan sangat tidak sinkron dengan pernyataan Alkitab lainnya, jika Yesus bukan Allah. Satu-satunya penjelasan adalah bahwa Yesus sungguh Allah, dan Ia mengklaim diri Allah dengan cara menerima penyembahan.
B. Allah Bapa Menyatakan Bahwa Yesus Adalah Allah
Sungguh mengherankan jika ada orang yang percaya Alkitab namun tidak percaya bahwa Yesus
Kristus adalah Allah yang menjadi manusia. Mereka ini hanya “katanya”   saja percaya Alkitab, namun pada hakekatnya tidaklah demikian. Kesaksian   bahwa Yesus adalah Allah, bukan hanya dari diriNya sendiri, tetapi   tidak kurang dari Allah Bapa juga menyatakan hal itu dengan   terang-terangan. Di dalam Ibrani 1:8 berbunyi “Tetapi tentang Anak Ia   berkata: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan   tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran.” Jelas sekali bahwa  Anak,  yaitu Yesus Kristus, disebut sebagai Allah oleh Bapa. Jadi,  Alkitab  mencatat sang Anak menyebut Bapa sebagai Allah, dan juga  mencatat bahwa  sang Bapa menyebut Anak sebagai Allah. Inilah bukti dari  Tritunggal.  Kalau anda tidak mau percaya kesaksian dari Bapa sendiri,  maka tidak ada  kesaksian lain lagi yang dapat anda percayai.
Orang-orang Saksi Yehovah tentu mengalami kesulitan menyocokkan ayat ini dengan theologi mereka. Tetapi bukan berarti mereka tidak mencoba. Itulah sebabnya dapat disimpulkan bahwa mereka tidak percaya Alkitab, hanya katanya saja percaya. Seorang Saksi Yehovah akan mulai dengan menyangkal bahwa Yesus adalah Allah, tetapi jika diperhadapkan dengan bukti telak seperti Ibrani 1:8, mereka akan berkata bahwa Yesus adalah “Allah” tetapi allah kecil, yaitu “allah” yang lebih rendah dari Yehovah. Ya, Saksi Yehovah mengajarkan adanya “Allah kecil” dan “Allah besar,” “Allah yang berkuasa,” dan “Allah yang mahakuasa.” Tentu mereka tidak akan mengakuinya dengan terus terang dari awal, tetapi hanya jika terpojokkan oleh ayat-ayat yang menyebut Yesus sebagai Allah.
Ada masalah yang besar dengan pengajaran Menara Pengawal tentang “Allah kecil” dan “Allah besar.” Pertama-tama, konsep ini sama sekali tidak ada dalam Alkitab. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa hanya ada satu Allah yang diakui oleh Firman Tuhan maupun orang beriman. Memang, ada banyak “allah-allah” atau “ilah-ilah” yang disembah oleh orang-orang tidak beriman. Iblis pun disebut “ilah dunia ini.” Baal, Dagon, Asytoret, semua itu adalah “allah-allah” palsu yang disembah oleh manusia yang sesat. Namun tetap saja, faktanya hanya ada satu Allah yang benar, yang diakui oleh Sang Pencipta, yaitu dirinya sendiri. Jadi, ketika Bapa menyebut Anak sebagai Allah, dan bahwa takhta Yesus tetap untuk selamanya, ini adalah bukti yang tak terbantahkan bahwa Yesus adalah Allah yang benar, yang satu dengan Bapa dalam ketritunggalan. Tidak ada cara lain untuk menyocokkan ayat-ayat dalam Alkitab tanpa menghancurkan makna ayat-ayat itu sendiri.
Kedua, pengajaran Saksi Yehovah akhirnya menjurus kepada politeisme, yaitu pemahaman bahwa ada lebih dari satu Allah. Menara Pengawal tidak bisa melarikan diri dari tuduhan politeisme ini. Mereka sering mengatakan bahwa ada tokoh-tokoh lain yang juga disebut “Allah” dalam Alkitab, misalnya Musa (Kel. 4:16; 7:1). Tetapi Musa bukanlah Allah. Tidak pernah dikatakan bahwa Musa adalah Allah dalam Alkitab. Tuhan hanyalah memberi Musa peran “seperti Allah”, agar dalam hubungannya dengan Firaun, Musa memegang kendali atas segala tulah, dan menjadi bagaikan “allah” atas Firaun. Sebaliknya Yesus Kristus dinyatakan sebagai Allah oleh Bapa sendiri, dan bukan hanya atas Firaun atau atas individu tertentu, tetapi Allah atas seluruh ciptaan. Usaha Menara Pengawal untuk mendefinisikan kata “Allah” menjadi “pribadi-pribadi yang berkuasa” sama sekali tidak berdasar.
C. Perjanjian Lama Menyatakan Yesus sebagai Allah
Ada banyak sekali nubuat dalam Perjanjian Lama mengenai Yesus  Kristus,  yaitu Mesias yang dijanjikan. Beberapa dari nubuat ini dengan  terang  dan jelas menyebut Yesus sebagai Allah. Yesaya, misalnya,  menubuatkan  bahwa Yesus yang akan lahir adalah “Penasihat Ajaib, Allah  yang  Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai” (Yes. 9:5). Perhatikan bahwa   Yesus disebut sebagai Allah yang Perkasa.
Apakah anda percaya Alkitab? Jika anda percaya Alkitab, maka ini adalah pernyataan yang jelas bahwa Yesus adalah Allah. Tetapi jika anda sudah dicekoki oleh pengajaran Menara Pengawal, mereka akan berkata bahwa Yesus adalah “Allah yang Perkasa” tetapi bukanlah “Allah yang mahaperkasa / mahakuasa.” Tunggu dulu....masa sih ada “Allah yang perkasa” yang lalu berbeda dengan “Allah yang mahakuasa?” Ya, itulah pengajaran Menara Pengawal yang sudah terpojok oleh banyaknya ayat yang menyebut Yesus sebagai “Allah.” Pada awalnya mereka tidak mau mengakui Yesus sebagai Allah sama sekali, tetapi karena terpojok, mereka menciptakan konsep “allah kecil” dan “allah yang perkasa namun tidak mahakuasa,” lalu memasukkan Yesus Kristus ke dalam kategori itu. Ya, itulah politeisme terselubung yang diajarkan oleh Saksi Yehovah. Jadi ada lebih dari satu Allah. Ini persis sama dengan mitologi Yunani, di mana ada Zeus, dewa (allah) yang paling berkuasa, yang lalu disertai oleh dewa-dewi lainnya yang punya berbagai kuasa namun tidak sehebat Zeus. Saksi Yehovah mengajarkan konsep ketika mereka mengajarkan Yesus sebagai “allah kecil” atau “allah yang tidak mahakuasa.”
Padahal, jika kita cek dalam Alkitab, apakah Alkitab membeda-bedakan antara “Perkasa” dengan “Mahakuasa”? Bukankah Pribadi yang mahakuasa boleh juga disebut “perkasa.” Coba kita teliti ayat ini lebih seksama. “Allah yang perkasa” dalam bahasa aslinya adalah el gibbor. Ternyata, frase “el gibbor” ini juga muncul dalam Yesaya 10:20-21: “Tetapi pada waktu itu sisa orang Israel dan orang yang terluput di antara kaum keturunan Yakub, tidak akan bersandar lagi kepada yang mengalahkannya, tetapi akan bersandar kepada TUHAN [Yehovah], Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tetap setia. Suatu sisa akan kembali, sisa Yakub akan bertobat di hadapan Allah yang perkasa.”
Jelas sekali dalam kedua ayat di atas bahwa “Allah yang perkasa” mengacu kepada Yehovah. Jadi, jika Yehovah adalah Allah yang perkasa, dan Yesus juga adalah Allah yang perkasa, maka sebenarnya Yesus adalah Yehovah. Alkitab tidak membeda-bedakan antara “Allah yang perkasa” dengan “Allah yang mahakuasa” karena Alkitab mengajarkan hanya ada satu Allah.
D. Perjanjian Baru Menyatakan Yesus Sebagai Allah
Kita sudah melihat bagaimana Perjanjian Lama menubuatkan Yesus  Kristus  sebagai Allah. Bagaimana dengan Perjanjian Baru? Ada jauh lebih  banyak  informasi langsung dalam Perjanjian Baru mengenai Yesus Kristus   daripada Perjanjian Lama, oleh karena itu jika Yesus adalah Allah, maka   Perjanjian Baru akan menyatakannya. Dan benar sekali, Perjanjian Baru   sama sekali tidak ragu mengumumkan Yesus sebagai Allah yang benar dan   Allah yang Mahabesar. Beberapa ayat berikut merupakan bukti yang tidak   terbantahkan.
“...dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia   dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus   Kristus” (Titus 2:13).
Ayat ini sangat jelas menyebus Yesus   Kristus sebagai “Juruselamat” sekaligus “Allah yang mahabesar.” Tidak   ada lagi keraguan di sini, Yesus bukanlah “allah kecil” (Alkitab tidak   pernah
mengajarkan konsep seperti itu), melainkan “Allah yang mahabesar.”
Grammar Yunani di balik ayat ini sangat kuat mendukung keilahian Kristus. Karena frase “Allah yang mahabesar” berbagi artikel definit dengan frase “Juruselama kita Yesus Kristus,” maka kedua frase tersebut pastilah mengacu kepada pribadi yang sama. Hal ini sudah tersurat dalam aturan bahasa Yunani yang disebut Granville Sharp Rule. Jadi, orang Saksi Yehovah tidak bisa mengatakan bahwa “Allah yang mahabesar” mengacu kepada satu pribadi sedangkan “Juruselamat” mengacu kepada pribadi lain lagi. Konstruksi grammar Yunani tidak memperbolehkan penafsiran demikian, melainkan kedua frase itu, “Allah yang mahabesar” dan “Juruselamat kita” haruslah mengacu kepada satu pribadi, yaitu Yesus Kristus yang tercantum di akhir ayat.
“Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah   telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya   kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam   Anak-Nya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang   kekal” (1 Yoh. 5:20)
Bukan saja Yesus Kristus adalah Allah yang mahabesar, tetapi Ia juga   adalah Allah yang benar. Sekali lagi ayat ini menghancurkan politeisme   versi Saksi Yehovah bahwa Yesus adalah semacam “allah kecil.” Yesus   adalah Allah yang benar, demikianlah deklarasi Kitab Suci. Apakah anda   percaya kepada Kitab Suci?
Menara Pengawal suka untuk membelokkan   pengajaran terang Alkitab, dan untuk ayat ini mereka berkata bahwa kata   ganti “Dia” bukan mengacu kepada Yesus tetapi kepada Allah (yang
menurut mereka bukanlah Yesus). Tetapi ada banyak bukti bahwa kata ganti “Dia” mengacu kepada Yesus:
(1) Pribadi yang paling dekat dengan kata ganti “Dia” adalah Yesus. Menurut aturan grammar,
sebuah kata ganti normalnya mengacu kepada pribadi pendahulu yang paling   dekat, yaitu Yesus dalam kasus ini; (2) Adalah suatu pernyataan yang   tidak bermakna dan tidak berbobot jika Yohanes mengatakan “Allah adalah   Allah yang benar.” Ini disebut tautologi, yaitu sesuatu yang memang   secara inheren pasti benar. Ini seperti kita berkata “warna biru adalah   biru.” Pernyataan Yohanes menjadi sia-sia jika ditafsirkan demikian;  (3)  Di dalam tulisan Johannine, hidup yang kekal selalu dihubungkan  dengan  Yesus Kristus; (4) Yohanes telah menyebut Yesus sebagai Allah di   tulisannya yang lain (Yoh. 1:1).
“Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah
Allah” (Yohanes 1:1).
Dalam perikop ini, tidak ada keraguan   bahwa Firman mengacu kepada Yesus Kristus. Ayat ini dimulai dengan frase   “pada mulanya adalah Firman.” Ini saja sudah menyatakan keilahian  Yesus
Kristus. Sebagaimana dinyatakan oleh bagian Alkitab lainnya, Yesus   Kristus tidak memiliki permulaan, adalah yang awal dan yang akhir, dan   sudah ada bersama-sama dengan Allah Bapa sejak dari mulanya. Pada   mulanya adalah Firman. Jikalau Yesus adalah ciptaan, maka tidak benar   “pada mulanya adalah Firman,” karena pada mulanya (sebelum penciptaan),   tentu belum ada Yesus. Tetapi ayat ini justru mengajarkan bahwa Yesus   tidak diciptakan, melainkan sudah ada sejak semula. Yang menarik justru   adalah pernyataan di akhir ayat ini: Firman itu adalah Allah. Dalam   Terjemahan Dunia Baru (sebuah penafsiran sebenarnya, bukan   penerjemahan), ayat ini dibuat menjadi “Firman itu adalah suatu allah.”   Mereka membenarkan diri karena kata “Allah” yang kedua tidak memiliki   artikel definit. Ya, inilah kulminasi dari pengajaran politeisme Menara   Pengawal, yang menurunkan Yesus menjadi “suatu allah.”
Benarkah bahwa tidak adanya artikel definit untuk kata theos yang kedua di Yohanes 1:1 membenarkan konsep bahwa Yesus adalah “suatu allah”? Mengapakah tidak ada terjemahan lain yang menerjemahkan ayat ini seperti Menara Pengawal? Jawabannya adalah bahwa dalam grammar Yunani, konstruksi tanpa definit artikel seperti ini (yaitu suatu predikat nominatif tanpa artikel yang terletak sebelum kopula), bisa saja memiliki arti definit. Memang penjelasan ini mungkin agak sedikit rumit bagi mereka yang tidak tahu bahwa Yunani, tetapi ada penjelasan yang lebih sederhana. Kita dapat membandingkan dengan ayat lain yang serupa, yaitu Yohanes 1:18. Yohanes mengatakan di ayat 18, “Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah.” Terjemahan Dunia Baru juga memakai kalimat yang sama. Tetapi banyak orang yang tidak tahu bahwa kata “Allah” di ayat 18 juga tidak memiliki artikel definit. Jadi, mengapakah Menara Pengawal tidak menerjemahkannya menjadi “suatu allah” di ayat 18? Karena “Allah” di ayat 18 mengacu kepada Bapa. Demikian juga di Yohanes 1:6 (jadi masih satu perikop dan satu konteks dengan Yohanes 1:1), kata Allah tidak memiliki artikel definit. Jadi, kita lihat bahwa Menara Pengawal menerjemahkan “suatu allah” di ayat 1 bukan karena pertimbangan grammatis, melainkan karena theologi mereka. Kata theos tanpa artikel definit tetap mereka terjemahkan “Allah” di ayat-ayat lain, tetapi di Yohanes 1:1, ayat yang membuktikan keilahian Kristus, mereka memakai terjemahan yang berbeda dengan yang lazim mereka pakai. “Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia. Dan semua bangsa di bumi akan meratapi Dia. Ya, amin. "Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa."” (Wahyu 1:7-8)
Ayat ini jelas berbicara mengenai Yesus Kristus, karena Kristus-lah yang akan datang dengan awan-awan. Jadi, jelas sekali bahwa Yesus adalah Alfa dan Omega, sekaligus Yang Mahakuasa. Satu ayat ini, seiras dengan keseluruhan Alkitab, menghancurkan teori Menara Pengawal bahwa Yesus adalah “allah kecil yang perkasa namun tidak mahakuasa.” Alkitab menegaskan bahwa Yesus adalah Sang Mahakuasa. Jika ada yang mengatakan bahwa yang berbicara di ayat delapan bukanlah Yesus, maka mereka hanya perlu membandingkan dengan Wahyu 22:13-14, di mana Yesus berkata Ia adalah “Alfa dan Omega.” Konteks kitab Wahyu secara keseluruhan mengungkapkan Yesus sebagai pribadi yang “Alfa dan Omega,” tidak terkecuali di pasal 1 ayat 8. Jadi, jika dirangkum dengan ayat-ayat sebelumnya, maka Yesus adalah Allah yang benar, yang mahabesar, dan juga mahakuasa. Lengkap sudah identifikasi Yesus sebagai Allah yang tak terbantahkan.
“Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selamalamanya. Amin!” (Roma 9:5)
Ayat ini dengan jelas menyatakan Yesus Kristus sebagai Allah, dan bukan sekedar “allah kecil” atau “suatu allah,” atau “allah yang kuasa tetapi tidak mahakuasa.” Sesungguhnya Alkitab tidak pernah memiliki konsep politeisme seperti itu. Ayat ini menegaskan bahwa Yesus adalah Allah, dan sebagai Allah ia harus kita puji untuk selama-lamanya. Semua orang yang percaya dan diselamatkan dapat berkata: Amin! Dapatkah anda mengaminkan ayat ini?
Masih banyak lagi ayat-ayat dalam Perjanjian Baru yang secara langsung maupun tidak langsung mengajarkan bahwa Yesus adalah Allah. Tempat dan waktu tidak akan cukup membahas semuanya, tetapi empat ayat ini sangat telak mengajarkan keilahian Kristus. Pertanyaannya adalah: apakah anda percaya Kitab Suci? Ataukah anda lebih mempercayai manusia? Maukah anda membaca Alkitab sebagaimana adanya, ataukah anda memelintir arti terang Firman Tuhan melalui penafsiranpenafsiran yang memiliki kepentingan theologis?
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Fil. 2:5-7)
Ini adalah ayat yang sangat penting, karena mengajarkan banyak kebenaran. Pertama, ayat ini mengajarkan bahwa Kristus Yesus berada dalam rupa Allah. Kedua, ayat ini mengajarkan bahwa Yesus memiliki kesetaraan dengan Allah Bapa. Ketiga, ayat ini mengajarkan bahwa kesetaraan Yesus dengan BapaNya, dilepaskanNya sesaat, yaitu ketika Ia mengosongkan diri menjadi manusia.
Jadi, ayat ini bukan hanya mengukuhkan keilahian Kristus, ayat ini bahkan mengajarkan kesetaraan Kristus dengan Bapa. Jadi, tidak ada istilah “allah kecil” dalam Alkitab. Itu adalah politeisme terselubung! Tetapi lebih dari itu, ayat ini membuat kita dapat mengerti, mengapa di beberapa ayat-ayat Alkitab, Yesus mengatakan bahwa Bapa lebih besar dari diriNya. Ternyata, itu adalah karena Kristus sedang mengosongkan diriNya, dan melepas kesetaraan itu untuk sementara, untuk menjadi hamba. Dalam posisiNya sebagai manusia, Yesus menaruh diriNya di bawah Allah Bapa, untuk menjadi teladan bagi kita! Sehingga Paulus dapat menasihatkan orang-orang percaya untuk menaruh pikiran dan perasaan yang sama dengan Yesus Kristus.
E. Banyak Tokoh Dalam Alkitab Menyebut Yesus Allah
Bukti-bukti keilahian Kristus semakin memuncak jika kita  memperhatikan  bahwa ada cukup banyak individu yang menyebut Yesus  sebagai Allah.  Salah satu pribadi yang demikian adalah Tomas. Tomas  sempat meragukan  keilahian Yesus, karena ia mengira Yesus telah mati.  Tentu, jika Yesus  adalah Allah, ia tidak akan mati begitu saja,  demikianlah pemikiran  Tomas. Keraguannya ini membuat dia tidak percaya  bahkan kepada laporan  teman-temannya bahwa Kristus telah bangkit  kembali. Yesus tahu akan  keraguan Tomas, dan sengaja menampakkan diri  lagi, khusus untuk  menghapuskan keraguan Tomas. Melihat Yesus yang sudah  mati berdiri  dalam daging di hadapannya, sirnalah segala keraguan  Tomas, dan ia  membuat pengakuan iman yang sangat penting. Tomas beseru,  “Ya Tuhanku  dan Allahku!” (Yohanes 20:28). Tomas menyebut Yesus sebagai  Tuhan  sekaligus Allah, suatu pengakuan iman yang diperlukan untuk  keselamatan  jiwanya. Dan Yesus Kristus menerima pengakuan Tomas  tersebut.
Orang-orang Menara Pengawal, dengan menyedihkan, beralasan bahwa kata-kata Tomas bukanlah suatu pernyataan iman, melainkan kata-kata latah yang keluar dari mulut seorang yang terkejut. Penjelasan ini memperlihatkan mentalitas Menara Pengawal yang akan mengarang dan menciptakan alasan apapun untuk meyakinkan para pengikutnya akan doktrin-doktrin mereka walaupun bertentangan dengan kata-kata jelas Alkitab.
Pengakuan iman Tomas bukanlah kata-kata latah yang keluar secara tidak sengaja. Pertama, tidak pernah di bagian Alkitab lain tercatat kata-kata latah, jadi sangat tidak masuk akal bahwa di tempat ini Roh Kudus menuliskan kata-kata latah. Mengingat betapa pentingnya perikop ini, dan betapa banyaknya orang yang akan menganggap kata-kata Tomas sebagai pengakuan iman, maka mustahil Roh Kudus akan mencatatkannya jika benar ini hanyalah ekspresi terkejut. Kedua, teks Alkitab dengan jelas berkata bahwa Tomas “menjawab” Yesus. Jadi, ini bukanlah suatu kata-kata latah, melainkan suatu jawaban. Yesus baru saja menantang Tomas untuk percaya kepadaNya! (Yohanes 20:27). Tomas menjawab dengan suatu pengakuan iman. Jika konteks ini diteliti dengan seksama, sangat terang bahwa “penjelasan” Saksi Yehovah hanyalah alasan yang dicari-cari. Ketiga, dalam bahwa Yunani, kata “Tuhan” dan “Allah” berada dalam kasus Nominatif, bukan kasus Vokatif. Suatu seruan latah akan memakai kasus Vokatif, tetapi suatu jawaban yang menyatakan iman akan memakai kasus Nominatif.
Selain Tomas, masih ada tokoh-tokoh lain  lagi yang menyebut Yesus  sebagai Allah atau Tuhan. Tidak ada waktu  untuk membahas mereka semua.  Matius, misalnya, menyebut Yesus sebagai  Immanuel (Mat. 1:23), yang  berarti “Allah beserta kita.” Paulus  mengatakan bahwa segenap keilahian  ada pada diri Yesus (Kol. 2:9).  Kesaksian Alkitab secara keseluruhan  secara konsisten memperlihatkan  Yesus sebagai Allah yang benar.
Pembahasan singkat ini masih jauh dari komplit. Ada banyak sekali bukti   keilahian Kristus, sehingga untuk membahasnya secara tuntas, diperlukan   sebuah buku yang cukup tebal. Kita belum membahas tentang pekerjaan   Kristus, kemahatahuan Kristus, kemahahadiranNya, dan banyak lagi   aspek-aspek lain. Kita belum meneliti semua ayat-ayat yang menyebut   Kristus sebagai Allah, karena keterbatasan tempat mengharuskan kita   menyingkat dan mengambil beberapa contoh prominen saja.
Kita belum membahas mengenai isu textus receptus, teks Yunani yang jauh   lebih akurat dibandingkan dengan critical text yang dipakai oleh  Lembaga  Alkitab Indonesia. Dalam teks Yunani textus receptus ada lebih  banyak  lagi bukti keilahian Kristus. Pertanyaannya adalah: maukah anda  percaya  Alkitab? Ataukah anda lebih percaya kepada organiasasi buatan  manusia?  Artikel berikutnya akan membuktikan bahwa Yesus Kristus adalah  Yehovah  itu sendiri.
F. Keseluruhan Alkitab Mengajarkan Bahwa Yesus Adalah Yehovah
Banyak orang yang salah konsep dan menganggap Yehovah sebagai  nama dari  Allah Bapa. Sebenarnya tidak demikian. Yehovah adalah nama  dari Allah  Tritunggal, termasuk Yesus Kristus. Sebelum ia lahir ke dalam  dunia,  Yesus Kristus sudah eksis. Bahkan Dia eksis sejak kekekalan  (Mikha  5:2), dan ini juga membuktikan keilahiannya. Saksi Yehovah  mengajarkan  bahwa sebelum Yesus menjadi manusia, dia adalah Mikhail, si  penghulu  malaikat. Ini adalah kesesatan yang membinasakan. Alkitab  justru  mengajarkan bahwa sebelum datang sebagai manusia, Yesus tidak  lain  adalah Yehovah sendiri. Beberapa hal berikut menunjukkan kebenaran  ini.
1. Allah Bapa Tidak Pernah Terlihat, sedangkan Yehovah Dilihat oleh Manusia.
Salah satu bukti yang paling jelas bahwa Yesus Kristus adalah  Yehovah,  melibatkan beberapa pernyataan dalam Alkitab. Firman Tuhan  menegaskan  bahwa “Tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah” (1  Yoh. 4:12),  dan “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah” (Yoh.  1:18a). Tentu  kedua ayat ini berbicara mengenai Allah Bapa. Lalu, di  dalam Perjanjian  Lama, Alkitab mencatat bahwa cukup sering terjadi  pertemuan antara  Yehovah dengan tokoh-tokoh tertentu, dan mereka melihat  atau memandang  Yehovah, bahkan ada yang memandangNya muka dengan muka.  Ini membuktikan  bahwa Yehovah yang terlihat dalam Perjanjian Lama  bukanlah Allah Bapa.  Jika bukan Allah Bapa, siapakah Yehovah yang  terlihat itu? Yohanes  memberikan jawaban: “tetapi Anak Tunggal Allah,  yang ada di pangkuan  Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya” (Yoh. 1:18b).  Jadi, Yehovah yang  terlihat adalah Yesus Kristus, Anak Allah, sang  Mesias. Berikut adalah  beberapa ayat yang mencatatkan bagaimana manusia  melihat Yehovah atau  Allah.
“Yakub menamai tempat itu Pniel, sebab katanya: "Aku telah melihat Allah   berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong!"” (Kejadian 32:30).
“Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya” (Keluaran 33:11).
“Seperti Musa yang dikenal TUHAN dengan berhadapan muka, tidak ada lagi   nabi yang bangkit di antara orang Israel” (Ulangan 34:10).
“Lalu kataku: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang   najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir,   namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam."”   (Yesaya 6:5).
Usaha organisasi Menara Pengawal untuk melarikan diri dari kebenaran ini   sungguh menyedihkan. Penulis pernah berdiskusi dengan seorang Saksi   Yehovah. Ketika penulis menunjukkan ayat-ayat ini, dia hanya dapat   berkata bahwa ketika dikatakan “Yehovah” (TUHAN) di ayat-ayat tersebut,   maksudnya adalah “seorang malaikat yang mewakili Yehovah.” Ini adalah   alasan yang sangat tidak masuk akal. Penjelasan demikian membuat Alkitab   menjadi kitab yang tidak benar, dan Allah menjadi pendusta. Jika ada   teks yang berkata, “Budi bertemu dia muka berhadapan muka,” dan lalu   terbukti bahwa sebenarnya Andi, perwakilannya Budi yang bertemu, maka   kalimat di atas secara positif dapat dikategorikan sebagai pernyataan   palsu. Anda boleh memilih, tetapi percaya kepada Menara Pengawal dan   menjadikan Allah pendusta, atau melihat kesesatan Menara Pengawal.
2. Yesus disebut Yehovah
Ada beberapa ayat dalam Alkitab yang secara eksplisit menyebut  Yesus  sebagai Yehovah. “Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah   firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan   memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan   kebenaran di negeri. Dalam zamannya Yehuda akan dibebaskan, dan Israel   akan hidup dengan tenteram; dan inilah namanya yang diberikan orang   kepadanya: TUHAN keadilan kita” (Yeremia 23:5-6).
Tunas adil yang akan Tuhan tumbuhkan bagi Daud adalah Yesus Kristus, dan Yeremia mencatat
bahwa nama lain dari Yesus adalah: Yehovah keadilan kita. Ayat ini secara lugas menyebut Yesus sebagai Yehovah.
“Ada suara yang berseru-seru: "Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk   TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah   kita!”(Yesaya 40:3).
Ayat di atas adalah nubuatan yang terkenal oleh Yesaya mengenai Yohanes Pembaptis. Yohanes
Pembaptis adalah pendahulu Yesus Kristus dan orang yang mempersiapkan   jalan bagi Yesus. Jadi, jika kita bandingkan dengan nubuat dalam Yesaya   ini, Yesus sama dengan Yehovah (bagian a) dan Allah (bagian b).
3. Yesus memiliki gelar dan sifat yang sama dengan Allah/Yehovah.
Jika kita membandingkan apa yang Alkitab   nyatakan tentang Yehovah dan Allah, lalu menyocokkan informasi itu   dengan apa yang Alkitab nyatakan mengenai Yesus Kristus, kita akan   mendapatkan bahwa Yesus memiliki gelar dan sifat yang sama. Ini berarti   Yesus adalah Allah dan Yehovah.
“Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam:   "Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah   selain dari pada-Ku” (Yes. 44:6).
“"Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk   membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya. Aku adalah Alfa   dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang   Akhir."” (Wahyu 22:12-13).
Di dalam Perjanjian Lama, Yehovah menyatakan diriNya sebagai yang terdahulu dan terkemudian. Di dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus menyatakan diriNya sebagai yang Pertama dan Yang terkemudian. Keduanya tidak mungkin sama-sama benar kecuali jika Yesus adalah Yehovah juga.
Ayat-ayat ini juga mengukuhkan bahwa Yesus bukanlah ciptaan, karena ciptaan tidak mungkin mengambil gelar “yang awal dan yang akhir.” Lebih lanjut lagi, teori “allah kecil” milik Menara Pengawal semakin dihancurkan oleh pernyataan Yehovah: “tidak ada Allah selain dari padaKu.” Memang, Alkitab tidak pernah mengajarkan politeisme terselubung sebagaimana diajarkan oleh Saksi Yehovah. Mereka sudah terbukti bukan saksi dari Yehovah yang sebenarnya, melainkan Yehovah palsu yang tidak sesuai dengan yang tertulis dalam Alkitab, karena Alkitab menegaskan Yesus sebagai Yehovah.
“Beginilah firman TUHAN, Penebusmu, yang   membentuk engkau sejak dari kandungan; "Akulah TUHAN, yang menjadikan   segala sesuatu, yang seorang diri membentangkan langit, yang   menghamparkan bumi siapakah yang mendampingi Aku?” (Yesaya 44:24)   “karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di   sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan,   baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa;   segala sesuatu diciptakan oleh Dia [Yesus] dan untuk Dia.” (Kolose 1:16)
“Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Kejadian 1:26).
Organisasi Menara Pengawal mengajarkan bahwa Bapa (Yehovah) hanya menciptakan satu hal secara langsung, yaitu Yesus Kristus. Selebihnya dari alam semesta ini diciptakan melalui Yesus Kristus. Namun bukan demikian pengajaran Alkitab sebagaimana tercantum dalam ayat-ayat ini. Di dalam Yesaya, Yehovah mengatakan bahwa Ia sendirilah yang menciptakan langit dan bumi, tidak melalui perantara siapapun, dan tanpa didampingi siapapun. Dalam pemahaman Saksi Yehovah, ini akan bertentangan dengan Kolose 1:16, yang mengajarkan bahwa Yesus menciptakan segala sesuatu.
Tetapi, tidak ada pertentangan jika kita menerima pengajaran Alkitab tentang Tritunggal, yaitu bahwa pribadi Yesus dan pribadi Bapa (dan juga pribadi Roh Kudus) adalah satu Allah, tiga dalam satu. Nama dari Allah Tritunggal ini adalah Yehovah. Jadi, Yesus adalah Pencipta. Yehovah adalah Pencipta, satu-satunya Pencipta. Kesimpulannya, Yesus adalah Yehovah. Doktrin Tritunggal juga jelas terlihat dalam kisah penciptaan dalam Kejadian, yaitu pemakaian kata “Kita” dalam penciptaan manusia. Siapakah yang termasuk dalam “Kita” itu?
Jelas adalah Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Theologi Saksi Yehovah menyimpangkan hal ini, sehingga mereka harus percaya bahwa malaikat ikut menciptakan manusia, dan bahwa manusia diciptakan dalam gambar dan rupa Allah sekaligus malaikat. Ini tentunya adalah pengajaran yang kacau balau. Masih banyak lagi gelar dan sifat yang sama antara Yehovah dan Yesus Kristus. Keduanya adalah gembala yang baik (Yesaya 40:10-11; Yohanes 10:11). Keduanya adalah Tuhan atas segala tuhan (Maz. 136:3; Wahyu 19:16). Sungguh, tidak akan cukup tempat dan waktu untuk membahas semuanya. Tetapi pembaca yang budiman telah dapat melihat bagaimana Alkitab bersaksi tentang Yesus.
4. Yesus menyatakan dirinya sebagai Yehovah
Yesus Kristus sendiri menyatakan diri sebagai Yehovah. Ketika   orang-orang Yahudi membandingkan diriNya dengan Abraham, Tuhan Yesus   berkata: “Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya   sebelum Abraham jadi, Aku telah ada."” (Yohanes 8:58). Dalam bahasa   Yunani, frase “Aku telah ada” adalah ego eimi, suatu konstruksi Present   Tense. Oleh sebab itu dalam bahasa Inggris diterjemahkan “I am.” Kata   ego eimi dipakai oleh orang Yahudi untuk menerjemahkan frase “Aku adalah   Aku” dalam Keluaran 3, berkaitan dengan nama Yehovah. Jadi, ketika   Yesus menyatakan diriNya sebagai ego eimi, Ia secara kuat menyamakan   diriNya dengan Yehovah. Pantas saja orang-orang Yahudi segera ingin   melempariNya batu. Mereka tidak percaya keilahian Kristus. Sayangnya,   hari ini kelompok-kelompok seperti Menara Pengawal juga tidak percaya   keilahian Kristus, dan bersiap untuk melemparkan batu-batu penyesatan   kepada barangsiapa yang tidak cinta kebenaran.
5. Yesus adalah Tuhan
Yesus Kristus sering sekali disebut “Tuhan” dalam Perjanjian  Baru. Kata  untuk “Tuhan” adalah kurios. Organisasi Menara Pengawal  sering  meremehkan fakta ini. Mereka mengatakan bahwa kata kurios bisa   diartikan “tuan” dan mengacu kepada manusia. Memang benar bahwa kata   kurios bisa berarti seorang tuan manusia, tetapi apakah itu pemakaian   dominan kurios dalam Perjanjian Baru? Apakah itu arti pemakaian kurios   pada Yesus Kristus?
Ketika para penulis Perjanjian Baru mengutip Perjanjian Lama, mereka harus menerjemahkan atau menyatakan beberapa nama atau istilah ilahi. Untuk elohim, mereka memakai theos, dan untuk adonai, mereka memakai kurios. Lebih menarik lagi, untuk Yehovah, mereka juga memakai kurios. Bahkan, ketika para penerjemah Alkitab menerjemahkan Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani (LXX), mereka memakai kurios untuk menggantikan kata Yehovah. Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus disebut kurios sebanyak lebih dari 600 kali! Ini adalah penekanan yang luar biasa. Harus diingat bahwa penulis Perjanjian Baru kebanyakan adalah orang Yahudi. Orang Yahudi sangat keras berpegang pada monoteisme, dan juga tidak mengakui manusia sebagai ilah ataupun mau sujud pada manusia. Bahwa mereka menyebut Yesus kurios mengindikasikan sesuatu. Bahwa kata kurios juga dipakai untuk menyatakan Yehovah memberikan bukti yang tidak terbantahkan lagi. Pemakaian kurios pada Yesus Kristus dalam konteks Perjanjian Baru, justru adalah bukti yang sangat kuat bahwa Ia adalah Yehovah.
 
 
No comments:
Post a Comment