Ditembus Peluru, Dominggus Teriak ''Ya Bapaku, Ampunilah Mereka'' Sungguh mengenaskan sekaligus mengharukan! Detik-detik akhir Tibo cs menjemput ajal di ujung bedil eksekusi mati pada Jumat (22/9) pukul 01:35 wita lalu, ternyata menyimpan kisah mengharukan. Uskup Manado Mgr Yoseph Suwatan MSC kepada koran ini tadi malam menuturkan sejumlah kisah terakhir ketiga terpidana mati itu,masing-masing Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva.
"Saya mau kisahkan ini dengan tujuan agar masyarakat mengetahui persis bahwa mereka bertiga sudah sangat siap batin," tutur Suwatan yang juga pemimpin umat Katolik hingga ke wilayah Sulteng dan Gorontalo itu. "Yang tak kalah penting," lanjut Suwatan yang jelang eksekusi intens mendampingi Tibo cs itu, "Saya mau meluruskan banyaknya isu yang menyebutkan kalau Om Tibo dan teman-temannya itu dianiaya atau malah mati lebih dulu sebelum dieksekusi. Itu isu tidak benar," tegasnya. Sebab, berdasarkan laporan resmi yang diterima pihaknya, ketiganya sebelum diekskusi diperlakukan baik hingga ditembak mati.
"Meski yang kami sesalkan adalah prosedur pemakaman Dominggus serta jelang eksekusi jenazah mereka tak diijinkan dimisakan sesuai tradisi gereja," tutur Uskup.
Menyinggung kisah terkait detik-detik akhir ketiganya, Suwatan dengan nada bergetar menyatakan kalau, baik Tibo, Marinus dan Dominggus, punya cerita menyentuh. Tibo misalnya. Ketika mengikuti Misa khusus yang digelar di Lapas Palu pada pukul 11:00 wita, sekalian menanti eksekusi malam, berulangkali memeluk istri dan anak-anaknya. Dengan nada bijak dan tanpa tekanan, kisah Suwatan, Tibo berpesan panjang lebar, "Jangan ada dendam setelah eksekusi papa. Biarkan papa pergi dengan tenang dan damai. Papa sudah sangat siap.Sudah begini jalan hidup papa. Mari diimani saja," tutur Suwatan mengutip kisah ketiganya.
Perayaan Misa khusus dipenjara dipimpin langsung tiga pastor dari Manado yang bertugas di Palu. Yakni, Pastor Melky Toreh MSC dan Pastor Jemmy Tumbelaka MSC. Usai misa dan ditinggal keluarga, ketiga terpidana mati, memilih berada di ruangan mereka. Ketiganya secara khusuk memilih berdoa dan terus berdoa serta bernyanyi. Ini dilakukan hingga menjelang sore. Yang menyedihkan, kisah Suwatan, menjelang persiapan eksekusi sore, suasana Lembaga Pemasyarakatan diwarnai isak tangis dari para petugas Lapas. "Semua minta maaf kepada Om Tibo, Dominggus dan Marinus," kisahnya. Saat itu, ketiganya menolak tawaran makan malam. "Kecuali minta dibuatkan gorengan buah sukun campur gula aren."
Setelah itu? Ketiganya kian khusuk berdoa hingga kemudian dijemput petugas. "Saat itu, Marinus mendadak minta sisir dan parfum."
Ketika ditanya kenapa harus berpakaian rapi. Marinus dengan tenang menjawab.
"Ya, saya ini orang Katolik. Saya harus rapi dan harum karena sedikit lagi mau menghadap Tuhan saya."
Sedangkan Dominggus, sebelum naik ke kendaraan yang akan membawa mereka dieksekusi, mendadak turun dari mobil dan menemui salah seorang pegawai Lapas yang ternyata berteman baik dengannya. "Heh, kau lihat baik-baik ya kau punya anak. Kau harus rawat dia," kisah Suwatan. Dominggus ternyata selama bertahun-tahun tinggal di Lapas dekat dengan anak-anak para pegawai Lapas.
TERIAK AMPUNI
Sementara, sumber lain koran ini di Polda Sulteng di Palu menyebutkan, jelang dieksekusi, ketiga terpidana tidak langsung menempati posisi penembakan. Sebaliknya, mereka ditanya apakah akan ditembak dengan berdiri atau duduk.
"Mereka serempak menjawab memilih ditembak saat duduk saja," tutur sumber. Uskup Suwatan membenarkan keterangan sumber ini. "Memang benar saat sebelum ditembak, mereka memilih duduk saat ditanya petugas," kata Uskup. Lalu, saat mata ketiganya akan ditutup, mendadak Marinus menolak, "Saya ingin mata tetap terbuka. Ijinkan saya menyaksikan langsung." Permintaan Marinus dikabulkan.
Sedangkan Tibo dan Dominggus tetap ditutup matanya. Tepat pukul 01:50 wita, bunyi bedil dari tim eksekutor terdengar. Hanya dalam hitungan detik, begitu prosesi maut selesai, tiga anggota tim dokter yang sudah berada di lokasi, salah satunya adalah dokter asal Langowan, Minahasa yang bertugas di Palu, langsung diminta untuk memeriksa mereka.
"Menurut dokter perempuan itu yang asal Langowan kepada saya, eksekusi ketiganya memang sesuai. Ketiganya langsung diproses dan otopsi," tambah Uskup. Sementara, sumber lain di lokasi kejadian mengisahkan bahwa saat peluru maut itu menancap di tubuh ketiganya, tubuh ketiganya tersentak dan kepala mereka sempat terangkat lalu lunglai, ambruk, tewas. Berbeda dengan Tibo dan Marinus yang tampak tenang dan diam. Tapi, suara yang diperkirakan dari Dominggus sempat berkata setengah berteriak, "Ya Bapa Ampunilah mereka!"
"Saya mau kisahkan ini dengan tujuan agar masyarakat mengetahui persis bahwa mereka bertiga sudah sangat siap batin," tutur Suwatan yang juga pemimpin umat Katolik hingga ke wilayah Sulteng dan Gorontalo itu. "Yang tak kalah penting," lanjut Suwatan yang jelang eksekusi intens mendampingi Tibo cs itu, "Saya mau meluruskan banyaknya isu yang menyebutkan kalau Om Tibo dan teman-temannya itu dianiaya atau malah mati lebih dulu sebelum dieksekusi. Itu isu tidak benar," tegasnya. Sebab, berdasarkan laporan resmi yang diterima pihaknya, ketiganya sebelum diekskusi diperlakukan baik hingga ditembak mati.
"Meski yang kami sesalkan adalah prosedur pemakaman Dominggus serta jelang eksekusi jenazah mereka tak diijinkan dimisakan sesuai tradisi gereja," tutur Uskup.
Menyinggung kisah terkait detik-detik akhir ketiganya, Suwatan dengan nada bergetar menyatakan kalau, baik Tibo, Marinus dan Dominggus, punya cerita menyentuh. Tibo misalnya. Ketika mengikuti Misa khusus yang digelar di Lapas Palu pada pukul 11:00 wita, sekalian menanti eksekusi malam, berulangkali memeluk istri dan anak-anaknya. Dengan nada bijak dan tanpa tekanan, kisah Suwatan, Tibo berpesan panjang lebar, "Jangan ada dendam setelah eksekusi papa. Biarkan papa pergi dengan tenang dan damai. Papa sudah sangat siap.Sudah begini jalan hidup papa. Mari diimani saja," tutur Suwatan mengutip kisah ketiganya.
Perayaan Misa khusus dipenjara dipimpin langsung tiga pastor dari Manado yang bertugas di Palu. Yakni, Pastor Melky Toreh MSC dan Pastor Jemmy Tumbelaka MSC. Usai misa dan ditinggal keluarga, ketiga terpidana mati, memilih berada di ruangan mereka. Ketiganya secara khusuk memilih berdoa dan terus berdoa serta bernyanyi. Ini dilakukan hingga menjelang sore. Yang menyedihkan, kisah Suwatan, menjelang persiapan eksekusi sore, suasana Lembaga Pemasyarakatan diwarnai isak tangis dari para petugas Lapas. "Semua minta maaf kepada Om Tibo, Dominggus dan Marinus," kisahnya. Saat itu, ketiganya menolak tawaran makan malam. "Kecuali minta dibuatkan gorengan buah sukun campur gula aren."
Setelah itu? Ketiganya kian khusuk berdoa hingga kemudian dijemput petugas. "Saat itu, Marinus mendadak minta sisir dan parfum."
Ketika ditanya kenapa harus berpakaian rapi. Marinus dengan tenang menjawab.
"Ya, saya ini orang Katolik. Saya harus rapi dan harum karena sedikit lagi mau menghadap Tuhan saya."
Sedangkan Dominggus, sebelum naik ke kendaraan yang akan membawa mereka dieksekusi, mendadak turun dari mobil dan menemui salah seorang pegawai Lapas yang ternyata berteman baik dengannya. "Heh, kau lihat baik-baik ya kau punya anak. Kau harus rawat dia," kisah Suwatan. Dominggus ternyata selama bertahun-tahun tinggal di Lapas dekat dengan anak-anak para pegawai Lapas.
TERIAK AMPUNI
Sementara, sumber lain koran ini di Polda Sulteng di Palu menyebutkan, jelang dieksekusi, ketiga terpidana tidak langsung menempati posisi penembakan. Sebaliknya, mereka ditanya apakah akan ditembak dengan berdiri atau duduk.
"Mereka serempak menjawab memilih ditembak saat duduk saja," tutur sumber. Uskup Suwatan membenarkan keterangan sumber ini. "Memang benar saat sebelum ditembak, mereka memilih duduk saat ditanya petugas," kata Uskup. Lalu, saat mata ketiganya akan ditutup, mendadak Marinus menolak, "Saya ingin mata tetap terbuka. Ijinkan saya menyaksikan langsung." Permintaan Marinus dikabulkan.
Sedangkan Tibo dan Dominggus tetap ditutup matanya. Tepat pukul 01:50 wita, bunyi bedil dari tim eksekutor terdengar. Hanya dalam hitungan detik, begitu prosesi maut selesai, tiga anggota tim dokter yang sudah berada di lokasi, salah satunya adalah dokter asal Langowan, Minahasa yang bertugas di Palu, langsung diminta untuk memeriksa mereka.
"Menurut dokter perempuan itu yang asal Langowan kepada saya, eksekusi ketiganya memang sesuai. Ketiganya langsung diproses dan otopsi," tambah Uskup. Sementara, sumber lain di lokasi kejadian mengisahkan bahwa saat peluru maut itu menancap di tubuh ketiganya, tubuh ketiganya tersentak dan kepala mereka sempat terangkat lalu lunglai, ambruk, tewas. Berbeda dengan Tibo dan Marinus yang tampak tenang dan diam. Tapi, suara yang diperkirakan dari Dominggus sempat berkata setengah berteriak, "Ya Bapa Ampunilah mereka!"