Kebenaran merupakan hal yang terbaik dan terindah di dunia, meskipun sukar dan mengecilkan hati. Tetapi toh kita selalu bersikap ambivalen dan ambigu terhadap kebenaran, ketika kebenaran membawa kita ke tempat yang tidak kita inginkan. Ada orang yang gembira, bersyukur tak kala kebenaran menghampirinya. Mereka akan melakukan apa saja untuk memperoleh kebenaran (lihat: Mat. 13:44-45). Ada pula yang gugup, takut, dan menjauh ketika kebenaran mulai tampat jelas di depan matanya (band: Yoh. 6:66). Bisa jadi, harga yang harus dibayar untuk kebenaran terlalu besar. Kendati, pada abad mula-mula sampai pertengahan, harga memiliki kebenaran sejati adalah nyawanya sendiri.
Sejarah gereja penuh dengan jejak darah orang-orang yang mempertaruhkan nyawanya demi kebenaran. Jhon Bunyan dipenjarakan selama 12 tahun karena kebenaran. Jhon Hus dibakar hidup-hidup, Marthin Luther dikejar-kejar, Felix Manz ditenggelamkan hidup-hidup karena kebenaran, dan ada jutaan orang percaya yang dibunuh, dianiaya karena kebenaran.
Oleh sebab itu, orang-orang Kristen di zaman ini seharusnya malu karena tidak mau membayar harga sedikit untuk sebuah kebenaran. Padahal harga yang seharusnya mereka bayar tidak sebanding dengan orang-orang Kristen sebelumnya. Paling banter mereka ditinggalkan teman-teman atau dijauhi keluarga. Andai saja mereka mau merenungkan ganjaran bila mereka menerima kebenaran, nyawa pun akan mereka korbankan.
Membeli kebenaran memang ada harga yang harus dibayar (Amsal 23:23). Namun, bila kita merenungkan kembali bagaimana Yesus Kristus dengan rela memberi diriNya disiksa, dipukul, dicambuk, direndahkan dan dibunuh, betapa kecilnya harga yang harus kita bayar. Lagi pula kebenaran akan membuahkan berkat rohani yang tak ternilai harganya.
Jika hari ini Anda menerima kebenaran, dampak rohani terhadap diri Anda besar sekali. Kehidupan rohani Anda akan bertumbuh pesat. Anda akan mengerti agenda Allah dan menjadi alat yang sangat efektif dalam rencana besar Allah. Tidak berhenti di situ, dampak rohaninya akan menular kepada anak-anak Anda dan orang-orang disekitar Anda. Pada akhirnya keputusan Anda akan menyelamatkan generasi ini dan generasi yang akan datang. Pilihan ada pada Anda dan Saya. Anda memilih menjadi penonton setia atau pelaku kebenaran. Ingat! Keputusan Anda akan Anda pertanggung jawabkan kelak dihadapan Tuhan (1Kor. 3:13; 2Kor. 5:10).
GBIA berkomitmen dan bertekat memperjuangkan kebenaran-kebenaran sejati tanpa kompromi, meski sadar feedback-nya cukup besar. Apa yang kami lakukan bukan untuk GBIA sendiri, tetapi untuk kebaikan semua orang. Dan perjuangan ini akan terasa ringan bila ada orang-orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan turut serta menjadi pembela-pembela kebenaran.
Mengapa kebenaran penting ?
Mengapa kebenaran begitu sangat penting? Bukankah kebenaran akan berdiri tegak sendiri tanpa harus ditegakkan? Itu benar, Jika kita semua adalah robot dan iblis tidak pernah ada. Kebenaran menjadi mahal harganya dan harus ditegakkan, dikarenakan kebenaran sedang diserang. Yang lebih menakutkan adalah kebenaran-kebenaran Kristen sedang gencar dipalsukan. Keputusan Anda menjadi penonton hanya akan membawa malapetaka besar di dunia ini. Pikirkan itu!
1. Kebenaran penting karena inti kepercayaan kita dipertaruhkan.
Teolog Kristen, J. Gresham Machen, berpendapat, "apabila doktrin dan kebenaran Alkitab ditinggalkan maka bukan kekristenan liberal yang kita dapatkan, melainkan suatu agama yang sama sekali berbeda, yakni agama palsu." Kita melihat bagaimana hal ini membuat gereja-gereja arus utama merosot pada abad lalu dan hingga sekarang ini. Gereja-gereja konservatif pun terancam bahaya yang sama hari ini. Jajak pendapat yang dipublikasikan dari tahun ketahun menunjukkan kemerosotan signifikan. Barna Research Group, sebuah badan riset yang paling kredibel di dunia mendapati 49 persen pendeta Protestan menolak kepercayaan inti Alkitab (www.worldmag.com). Pada tahun 2005 saja, Barna Research mengadakan jajak pendapat dikalangan Kristen dengan tema "Belief: Heaven and Hell". Hasilnya, 54 % orang Kristen percaya bahwa jika seseorang itu secara umum baik, atau melakukan perbuatan baik bagi orang lain selama hidup mereka, mereka akan mendapatkan tempat di surga, dan 39 % percaya sesuai dengan Alkitab bahwa seseorang harus bertobat dan percaya jika ia ingin ke sorga (www.georgebarna.com).
Saya sendiri (Gbl. Alki) baru-baru ini mendengar seorang pendeta yang melayani disebuah gereja besar di Depok yang mengatakan bahwa Yesus bukan satu-satunya Juruselamat. Ada lagi seorang hamba Tuhan yang menyandang gelar S.Th pernah berdiskusi dan menurutnya, "Semua agama sama, berbeda jalan, namun menuju terminal yang sama." Artinya, Pendeta itu inging berkata, "semua agama sama saja, meskipun namanya berbeda, namun semua akan menuju ke sorga." Fenomena mengerikan ini sedang menghancurkan kekristenan. Atas nama pluralisme dan toleransi, inti kebenaran telah khianati. Alhasil, iman Kristen kini dipandang sekedar salah satu kepercayaan biasa yang sama dengan agama-agama lainnya. Setiap penyimpangan doktrin disikapi dengan tenggang rasa. Coba pikirkan, Jika Kekristenan tidak bedanya dengan Islam, Katolik, Hindu dan Budha, maka tidak ada alasan bagi kita untuk mempertahankan iman Kristen, dan semua klaim-klam mengenai kebenaran Kristen adalah kebodohan dan juga, semua misionaris, penginjil, dan duabelas murid yang telah mempertaruhkan nyawanya demi kebenaran yang mutlak eksklusif dan antithesis adalah orang-orang bodoh. Pada akhirnya, kekristenan kata seorang atheis, Friedrich Nietzsche, "akan hilang sendirinya."
2. Tanpa kebenaran, injil diselewengkan.
Melemahkan komitmen kita kepada kebenaran memungkinkan kita merusak injil tanpa menimbulkan protes siapa pun. Anda bisa membuktikannya dengan menghadiri gereja lain secara acak. Anda akan menemukan injil-injil murahan sedang dikhotbahkan di mimbar-mimbar gereja. Para pengkhotbah tidak lagi mengkhotbahkan pertobatan sebagai tema utama (Mat.3:2; 4:17; Kisah.2:38; 20:21). Berita tentang dosa nyaris tak terdengar. Akibatnya, dosa tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang sangat menjijikkan, melainkan suatu kelemahan biasa, lumrah dan bisa dimaklumi. Berkat, Mujizat, kaya, kasih, sukses, telah menjadi tema utama (2Tim.4:3-4) . Sementara itu, mereka yang jujur memberitakan kebenaran dianggap tidak toleran, tidak punya kasih, menghakimi dan kaku. Banyak Hamba-hamba Tuhan, karena khawatir tidak diundang lagi, mereka mendisain ulang Injil menurut selerah orang. Asal jemaat senang, racun diubah menjadi madu.
3. Menolak kebenaran mengakibatkan buta Alkitab.
Bahwa kebenaran sudah ditinggalkan terbukti dari meluasnya buta Alkitab. Tanyakan pada diri Anda sendiri seberapa sering Anda membaca dan merenungkan firman Allah dalam sehari? Apakah gereja di mana Anda berjemaat menuntun Anda agar hidup Anda melekat dengan Alkitab? Apakah gereja Anda mengadakan kelas-kelas study Alkitab supaya Anda paham dan mengerti isi Alkitab, bahkah Anda sanggup menjelaskan kebenaran Alkitab kepada orang lain? Yang saya saksikan justru mengerikan. Sangat sedikit orang Kristen yang telah membaca habis Alkitab dari Kejadian sampai Wahyu. Sangat sedikit orang Kristen yang paham mengenai pokok-pokok iman Kristen, apalagi menjelaskannya. Jangan heran bila dosa semakin merajalela.
4. Menolak kebenaran menyebabkan kebingungan etika.
Menyangkal kebenaran wahyu Allah merusak setiap upaya untuk menghadapi pertanyaan-pertanya an etika kontemporer, khusunya dalam hal seks, yang punya peran besar dalam seluruh kehidupan kita. Sering kali di situlah kita ingin mengarang aturan sendiri. Limapuluh tahun lalu kita akan sulit menemukan sepasang laki-laki dan perempuan yang hidup bersama tanpa ikatan perkawinan. Begitu juga dengan mereka yang hamil di luar pernikahan. Apalagi perselingkuhan dan perceraian. Perbuatan-perbuatan demikian masih dianggap aib atau dosa besar yang sangat memalukan. Tetapi, di abad 20 s/d 21, hal-hal itu dianggap lumrah, lazim atau biasa. Hamba Tuhan yang mengecam dosa-dosa itu dianggap kejam, tidak punya kasih dan ekstrim. Parahnya lagi, banyak dari mereka yang melakukan perbuatan demikian mendapat jabatan penting dalam gereja. Oh, jangan menghakimi…. Oh, jangan bilang itu salah…. Oh, semua orang melakukanmya… itulah slogan mereka (band: Mat. 5:37; Yoh. 7:24).
Belum lama ini ada gereja yang meneguhkan pasangan yang ternyata salah satunya masih beristri. Anehnya, ketika pasangan ini tahu bahwa perbuatan itu salah, bukannya bertobat, mereka meneruskan perbuatan dosa mereka. Dan salah satu dari pasangan itu sangat giat melayani di beberapa gereja. Ketika kebenaran dikompromikan, akibatnya sangat besar dan terus membesar. Ketika gereja menurunkan standart kebenaran, dunia akan mempertontonkan etika buatan iblis, yakni: Seks bebas, pembrontakan anak kepada orangtua, anarki, perselingkuhan, perzinahan, percabulan, mementingkan diri sendiri, tinggi hati, sombong, dll (2Taw. 15:3-6). Mengenai keluarga, George Barna pernah mengadakan riset Pada tahun 2007, persentase kelahiran yang terjadi di luar nikah di Amerika mencapai 40%. Ini adalah dua kali lipat dibandingkan dengan 1980 dan delapan kali lipat dari 1950. Di Islandia, 66% kelahiran terjadi pada wanita yang belum menikah; di Swedia, 55%; di Norwegia 54%; di Denmark 46%. Lagi-lagi, ketika kebenaran Alkitab dikompromikan, hasilnya seoerti ini. Firman Allah memperingatkan: "Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa" (Amsal 14:34).
5. Menolak kebenaran menuntun kepada ilah-ilah palsu.
Ketika Tuhan Alkitab ditolak, orang pun memilih ilah baru. Zaman pascamodern telah melantik toleransi sekuler sebagai ilahnya. Dulu teleransi berarti mendengarkan semua titik pandang dengan penuh hormat, bebas berdiskusi untuk sama-sama mencari kebenaran. tetapi pengakuan iman bagi toleransi, ilah baru itu, adalah kebenaran mustahil diketahui. Jadi, setiap orang bebas berpikir dan bertindak sesukanya, dengan satu kekecualian: Orang-orang yang berani percaya bahwa mereka mengetahui kebenaran, khususnya jika mereka berpikir bahwa Allah yang mengungkapkan kebenaran itu kepada mereka, tidak boleh ditoleransi. Akibatnya, orang-orang yang memahkotai ilah baru toleransi menjadi wasit mutlak atas budaya. Ilah baru toleransi menjadi dalam kedok liberalisme, tiran mutlak.
Ilah toleransi benci kepada orang Kristen yang mengusung klaim kebenaran. Tetapi satu-satunya yang dibencinya melebihi mereka ini adalah orang Kristen yang membuktikan dan menyebarkan kebenaran itu. Mengapa kebenaran sangat penting? Karena gereja benar-benar tidak bisa menjadi gereja tanpa memihak kebenaran. Yesus datang sebagai jawara kebenaran dan sosok yang memihak kebenaran. Tanpa kebenaran, gereja berpaling kepada penggunaan terapi dan mendapatkan pasien, bukan murid.
Tugas angkatan ini sama seperti setiap angkatan adalah memahami kekristenan sebagai pandangan lengkap tentang dunia dan tempat manusia di dalam dunia, yaitu sebagai kebenaran. Jika kekristenan bukan kebenaran, ia bukan apa-apa, dan iman kita hanyalah perkara yang sentimentil belaka atau mungkin tahayul. (by: Gbl. Alki Tombuku (GBIA Komunitas Depok))
No comments:
Post a Comment