THE FUNDAMENTALS –A TESTIMONY TO THE TRUTH--Volume 1
Edited by R.A. Torrey, A.C.
Bab 5 volume 1
KITAB SUCI DAN PENYANGKALAN-PANYANGKALAN MODERN
OLEH Professor James Orr, D.D.
United Free Church College, Glasgow, Scotland.
Apakah dewasa ini di tengah adanya kritik dan ketidakmapanan, terdapat suatu ajaran Kitab Suci bagi Gereja Kristen dan bagi dunia, yang dapat dipegang/dipertahankan, dan jika ada, apakah ajaran itu? Tak dapat diragukan lagi bahwa itu adalah sebuah pertanyaan yang sangat mendesak pada waktu ini. “Apakah ada suatu buku yang dapat kita anggap wadah wahyu Allah yang sebenarnya dan sebuah pedoman yang tak mung-kin salah dalam menjalani hidup dan dalam hal tugas-tugas kita terhadap Allah dan sesama kita?” Ini adalah pertanyaan yang sangat penting bagi kita semua.
Limapuluh tahun yang lalu, mungkin bahkan kurang dari itu, pertanyaan tersebut hampir tak perlu muncul di antara kaum Kristen. Telah diakui secara umum, dianggap lumrah, bahwa buku itu memang ada, yaitu buku yang kita sebut Alkitab. Ini, diyakini, adalah sebuah kitab yang merupakan laporan terilhami dari seluruh kehendak Allah bagi keselamatan manusia; terimalah sebagai benar dan terilhami ajaran-ajaran kitab itu, turuti bimbing-annya, dan kau tidak akan tersandung, engkau tidak akan keliru dalam mencapai akhir hayat yang sempurna, dalam menemukan keselamatan, dalam meraih hadiah hidup abadi yang mulia.
Dewasa ini telah terjadi sebuah perubahan. Tidak dapat di-ingkari bahwa kita hidup di dalam era di mana, bahkan di dalam gereja sendiri, terdapat banyak perasaan tak-nyaman dan kecurigaan mengenai Alkitab – suatu keraguan untuk menyandarkan diri padanya sebagai sebuah otoritas dan untuk menggunakannya sebagai senjata presisi seperti yang pernah terjadi; dengan keinginan yang sama kuatnya untuk menemukan suatu azas yang lebih kokoh didalam otoritas di luar gereja, atau dengan orang-orang lain, dalam Kristus Sendiri, atau juga di dalam kesadaran Kristiani, dapat dikatakan, -- sebuah azas yang lebih pasti bagi iman dan hidup kristiani. Kini kita sering dengar referensi kepada substitusi, dalam Gereja Protestan tentang “KITAB SUCI YANG TAK MUNGKIN KELIRU BAGI GEREJA YANG TAK MUNGKIN KELIRU.” Dan implikasinya ialah bahwa ide yang satu sama tanpa azasnya seperti yang lain. Kadang-kadang diterima ide, mungkin agak umum, bahwa anggapan mengenai suatu otoritas di luar diri kita, - akal budi kita atau suara hati kita atau karakter spiritual kita – harus dilepaskan seluruhnya; bahwa yang dapat diterima hanyalah yang membawa otoritasnya di dalam dirinya sendiri dalam menuntut kepada badan spiritualnya, dan di sinilah letak penilaian untuk kita apa yang benar dan apa yang palsu.
Gagasan itu mengandung sebuah elemen kebenaran: bisa benar bisa juga salah, tergantung terjemahan kita. Akan tetapi, karena sering diterjemahkan ia meninggalkan Alkitab – tetapi lebih dari itu, ia meninggalkan Yesus Kristus sendiri – tanpa otoritas apapun bagi kita kecuali yang menurut pikiran kita pantas/cocok dilekatkan kepadanya. Namun, mengenai KITAB SUCI YANG TAK MUNGKIN KELIRU DAN GEREJA YANG TAK MUNGKIN KELIRU, pantaslah kiranya untuk dikemukakan bahwa terdapat perbedaan besar antara kedua hal ini – antara gagasan Kitab Suci otoritatif dan Gereja yg tak mungkin salah atau seorang paus yg tak mungkin salah, dalam arti kata Roma. Boleh- jadi merupakan sebuah antitesis cerdik untuk berkata bahwa Protestantisme menggan- tikan ide tentang Kitab yang tak mungkin salah untuk dogma Roma tentang Gereja yang tak mungkin salah; tetapi malangnya, antitesis atau kontrasnya mengandung sebuah ketidakakuratan fatal. Ide otoritas Alkitab bukannya lebih muda, tetapi lebih tua daripada Romanisme. Ia bukanlah suatu penemuan belakangan oleh Protestantisme. Ia bukanlah sesuatu yang telah ditemukan oleh kaum Protestan yang menggantikan pengertian Roma tentang Gereja yang tak mungkin salah, tetapi pengertian yang asli yang terletak pada Alkitab sendiri. Keduanya itu sangat berbeda. Ini adalah keyakinan, – keyakinan pada Alkitab - yag telah diterima dan diikuti oleh Gereja Kristus dari permulaan. Alkitab sendiri mengakui dirinya adalah Kitab yang otoritatif, dan sebuah pemandu yang tak mungkin salah, menuju pengenalan yang benar tentang Allah dan jalan menuju pembebasan. Pandangan ini dikemukakan setiap kali Kristus dan para RasulNya membicarakan hal ini. Bahwa Perjanjian Baru, karya para Rasul dan orang-orang apolistik, tidak lebih rendah tingkat inspirasi dan otoritasnya dibandingkan dengan Perjanjian Lama, menurut saya tidak perlu dipersoalkan. Dan dalam arti itu, sebagai sebuah kumpulan karya-karya tulis dengan otoritas Ilahi, kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru telah diterima oleh para Rasul dan oleh Gereja dari era sesudah apostolik.
Ambil saja karya tulis salah satu bapak Gereja kuno – saya telah menelusurinya dengan
tekun sebagai guru Sejarah Gereja – ambillah Tertulian atau Origen, atau yang lain, dan anda akan menemukan karya-karya mereka dipenuhi referensi kepada Kitab Suci. Anda akan melihat bahwa Kitab Suci dilakukan persis seperti dilakukan sekarang di dalam Literatur Biblika; yaitu, sebagai otoritas terakhir di dalam hal-hal yang mereka bicarakan. Saya benar-benar merasa tidak adil terhadap Bapak-bapak tersebut dalam mengadakan perbandingan ini, karena saya menemukan hal-hal yang dikatakan atau ditulis tentang Kitab Suci oleh guru-guru Gereja dewasa ini yang bapak-bapak tersebut tidak pernah akan mengizinkan diri mereka mengucapkannya. Sekarang telah menjadi modern di antara para guru religius untuk berbicara secara merendahkan atau mengkerdilkan Alkitab sebagai peraturan kepercayaan otoritatif bagi Gereja. Sebab utamanya pastilah trend yang telah dicapai kritik Alkitab selama paroh kedua abad ini atau lebih.
Silahkan, biarlah kritik-kritik mempunyai haknya sendiri. Biarlah pertanyaan-pertanyaan kesastraan mengenai Alkitab mengalami diskusi penuh dan jujur. Biarlah struktur kitab-kitab itu diperiksa secara tidak berpihak. Apabila ada ilmu terhormat yg dapat memberi keterangan tentang komposisi atau otoritas atau usia kitab-kitab tersebut. Silakan memperdengarkan suaranya. Jika hal ini datangnya dari Allah, kita tidak akan dapat merobohkannya, jika dari manusia, atau sejauh mana ia datangnya dari manusia, atau sejauh mana ia berkonflik dengan kebenaran hal-hal di dalam Alkitab, ia akan musnah, - karena menurut pendapat saya sebagian besar sekarang ini akan terjadi akibat ekses-eksesnya sendiri. Oleh karenanya, tidak perlu gentar terhadap kata, “Kritik”.
Namun, pada sisi lain, kita tidak harus menerima setiap teori kritikan liar yang dapat dilontarkan oleh seorang kritikus yang menyatakannya sebagai kata akhir dari persoalan ini. Kita berhak, bahkan harus, melihat prasangka-prasangka yang mendasari kritik tersebut, dan bertanya: Sejauh mana kritik itu dikuasai oleh prasangka itu? Kita harus melihat bukti yang mendukung teori itu dan bertanya: Apakah betul-betul didukung oleh bukti tersebut? Dan apabila ada teori diajukan dengan keyakinan sebagai hasil yang tetap, dan apabila kita menemukan selama kita mengawasi mereka, bahwa mereka masih dalam proses evolusi dan perubahan, terus menerus menjadi lebih rumit, lebih ekstrim, lebih fantastis, kita berhak untuk menanyakan: Apakah ini kepastian yang dimaksudkan itu? Itulah keluhan saya mengenai banyak dari kritik Alkitab sekarang ini – bukan karena itu kritik, tetapi karena dimulai dari basis yang salah, bahwa ia maju dengan cara-cara arbitrase, dan bahwa akhirnya sampai pada hasil yang menurut saya adalah hasil yang dapat dibuktikan palsu. Memang, ini adalah kata-kata yang berat nilainya, tetapi barangkali ada beberapa kata pembelaan yang dapat saya kemukakan sebelum saya selesai.
Saya tidak akan mulai dengan mengeluarkan semburan kata-kata marah terhadap kritik, tetapi tidak ada gunanya untuk menyangkal bahwa sebagian dari apa yang disebut kritik itu bertanggung jawab untuk rasa ragu-ragu dan tidak mantap yang dewasa ini dapat ditemui mengenai Alkitab. Saya tidak membicarakan khusus mereka yang pendirian filosofisnya memaksa mereka untuk mengambil sikap menyangkal terhadap penyingkapan-penyingkapan supernatural, atau terhadap buku-buku yang mengaku menyampaikan penyingkapan demikian. Kritik semacam ini, kritik yang dimulai dari dasar penyangkalan supernatural memang harus diperhitungkan. Di dalam tangannya semuanya diatur dari dasar itu. Pertama-tama terdapat penyangkalan bahwa Allah pernah masuk ke dalam sejarah manusia, dalam kata dan perbuatan, dengan cara supernatural apapun. Akibat logisnya ialah apapun yang di dalam Alkitab menguatkan atau mengalir dari penempatan Allah demikian, dijelaskan secara terperinci atau ditiadakan.
Kitab Suci pada gambaran demikian, bukan merupakan orakel-orakel hidup dari Allah, melainkan hanya sisa-sisa penggalan sebuah literatur Ibrani kuno, dengan nilai utama agaknya memberi kemungkinan kepada para kritisi untuk memecahkannya menjadi berbagai bagian, untuk merobohkan tradisi kuno mengenainya, dan untuk menyusun teori-teori yang terus-menerus baru, terus-menerus berubah, terus-menerus lebih hebat mengenai asal-usul dari kitab-kitab itu dan apa yang mereka namakan legenda-legenda yang terdapat didalamnya. Akan tetapi, seraya meninggalkan kritik yang sia-sia dan rasionalistis itu - karena itu bukanlah kritik yang kita hadapi sebagai kaum kristiani di dalam lingkungan kita sendiri – memang terdapat suatu perubahan besar di dalam sikap banyak orang yang tetap dengan serius percaya kepada wahyu Allah yang supernatural. Rasanya sulit bagi saya untuk menggambarkan kecenderungan ini, karena saya ingin agar tidak menggambarkannya dengan cara yang tidak adil terhadap pemikir Kristiani sedangkan ia mengandung begitu banyak tanda-tanda yang bermakna ambigu (ambiguous). Yesus diakui oleh sebagian besar dari mereka yang menyatakannya sebagai “penjelmaan Putra Allah”, meskipun dengan perubahan sedikit demi sedikit menjadi pernyataan yang kurang pasti bahkan mengenai hal yang begitu mendasar, sehingga kadang-kadang meragukan bagaimana persisnya pendapat si penulis. Proses pemikiran mengenai Alkitab mudah diikuti jejaknya. Pertama-tama terdapat suatu peniadaan secara sombong, dibarengi dengan ucapan-ucapan menghina mengenai apa yang disebut inspirasi verbal Alkitab – suatu istilah yang banyak disalah-gunakan. Yesus masih tetap dianggap sebagai Pewahyu tertinggi, dan diakui bahwa ucapan-ucapan-Nya, asalkan kita bisa sampai kepadanya – dan pada umumnya dianggap kita bisa – memberikan peraturan pimpinan tertinggi untuk sekarang dan selamanya. Namun kritik juga, diajarkan kepada kami, harus mendapat haknya. Bahkan di dalam Kitab Perjanjian Baru ajaran-ajarannya masuk ke peleburan, dan atas nama kritik sinoptik, kiritik historis; mereka menjalani proses-proses hebat dimana banyak hal-hal historis dilebur atau dikupas habis sebagai karakteristik Kristen. Yesus, begitu kita diper-ingatkan, masih orang dari generasi-Nya, bisa salah dalam pengetahuan manusiawi-Nya, dan juga harus diperhitungkan keterbatasan-keterbatasan dalam konsepsi dan penilaian-penilaian-Nya. Paulus dianggap masih sangat dipengaruhi oleh peninggalan pemikiran Rabinikal dan Pharisaik (Farisi)-nya. Ia telah dibesarkan sebagai orang Farisi, dibesarkan di antara rabi-rabi, dan ketika ia menjadi Kristen, ia banyak membawa serta warisan itu ke dalam pemikiran Kristennya, dan kita harus menghilangkan cara berpikir itu ketika kita mempelajari Surat-suratnya. Oleh karena itu ia adalah seorang guru yang tidak boleh diikuti lebih jauh dari penilaian kita sendiri mengenai kebenaran Kristiani. Dan itu meniadakan sebagian besar dari apa yang tidak menyenangkan mengenai pengajaran Paulus.
KITAB PERJANJIAN LAMA DAN
Kalau hal-hal ini dilakukan di dalam “pohon hijau”nya Kitab Perjanjian Baru, maka mudah dapat dilihat apa yang akan dilakukan pada “pohon kering”nya pada Perjanjian Lama. Di sini kesimpulan-kesimpulan kelompok kritikus yang lebih maju dianggap menentukan, dan akibatnya – setidaknya menurut pendapat saya - bahwa Kitab Perjanjian Lama diturunkan tak terhingga rendahnya dari tempat yang pernah didudukinya dalam penghormatan kita. Bagian historisnya yang lebih tua sampai kira-kira era Raja-raja, sebagian besar diputuskan menjadi mitos, legenda dan fiksi. Bagian itu ditiadakan dari kategori historis sebenarnya. Sudah barang tentu kita diberitahu bahwa legenda-legenda itu sebaik sejarahnya, dan barangkali sedikit lebih baik lagi, dan bahwa gagasan-gagasan yang disampaikannya sama baiknya karena diceritakan dalam bentuk legenda, persis seakan-akan benar-benar terjadi.
Tetapi lihatlah, undang-undangnya, jika kita menghadapinya dengan cara demikian, tidak memiliki otoritas Ilahi. Mereka adalah hasil pemikiran manusia pada berbagai usia. Ramalan-ramalannya adalah ucapan orang-orang yang memang memiliki Jiwa Ilahi, yang hanya lebih banyak daripada apa yang dimiliki orang baik lain, guru-guru agama di semua Negara – tetapi bukan jiwa yang mampu umpamanya, memberi ramalan kebenaran, atau menyampaikan pesan-pesan kebenaran yang otoritatif kepada manusia. Dengan demikian, di dalam kesimpangsiuran teori-teori ini – yang dapat ditemukan di dalam majalah-majalah kita, di dalam ensiklopedi-ensiklopedi kita, di dalam tinjauan-tinjauan kita, juga di dalam banyak buku yang telah terbit untuk membasmi orang-orang percaya konservatif – dalam kesimpangsiuran teori-teori ini, apakah mengherankan bahwa banyak orang menjadi gelisah dan tidak tenang, dan merasa seakan-akan tempat di mana mereka biasa menyandarkan diri, sedang runtuh di bawah kaki mereka? Dengan demikian kembali dipertanyakan dengan sangat mendesak: Apakah yang dapat dikatakan tentang tempat dan nilai Alkitab?
ADAKAH SUATU DOKTRIN YANG DAPAT DIPERTAHANKAN
UNTUK GEREJA KRISTEN DEWASA INI?
Salah satu kebutuhan mendesak bagi zaman kita ini, dan sebuah kebutuhan utama bagi Gereja hanyalah suatu pengganti Alkitab, dengan memperhitungkan, saya akui, fakta-fakta yang telah dipastikan sehubungan dengan sejarah literernya, di dalam iman dan hidup manusia, seperti halnya dengan catatan tentang kehendak Allah yang benar-benar terilhami dan dimateraikan secara Ilahi bagi manusia dalam hal-hal kejiwaan yang besar. Tetapi, apakah keadaan demikian dapat dipertahankan? Di bawah sinar dahsyatnya kritik yang terpancar atas dokumen dan pewahyuan anugerah Allah yang dinyatakan terdapat di dalamnya, dapatkah keadaan ini dipertahankan? Saya berani mengatakan, bahkan saya sangat yakin, dapat. Biarlah saya mencoba menunjukkan – karena tak mungkin saya berbuat lebih – garis-garis yang akan saya ikuti untuk menjawab pertanyaan ini: Punyakah kita atau dapatkah kita mempunyai sebuah doktrin Injil yang dapat dipertahankan?
Untuk sebuah doktrin Injil yang memuaskan – dan yang saya maksudkan adalah doktrin yang memuaskan bagi kebutuhan Gereja Kristen, sebuah doktrin yang menjawab tuntutan Injil terhadap dirinya, terhadap posisi yang ditempatinya di dalam kehidupan Kristiani dan pengalaman Kristiani, terhadap tuntutan Gereja Kristen untuk edifikasi dan evangelisasi, dan dalam hal-hal lain-- saya mengatakan, untuk sebuah doktrin Injil yang memuaskan sangat dibutuhkan menurut saya, tiga hal. Pertama-tama dibutuhkan sebuah pengertian yang lebih positif mengenai struktur Alkitab daripada yang sekarang terdapat di banyak lingkungan. Kedua, diperlukan sebuah pengakuan adanya wahyu Ilahi yang supranatural di sejarah dan religi Kitab Injil. Ketiga, perlu adanya pengakuan bahwa benar-benar ada inspirasi supranatural di dalam catatan wahyu itu. Menurut saya, ketiga hal itu jalan bersama - pandangan lebih positif mengenai struktur Alkitab, pengakuan mengenai wahyu supranatural yang terwujud di dalam Alkitab, dan sebuah pengakuan sesuai dengan pernyataan Alkitab sendiri mengenai inspirasi supranatural di dalam catatan Alkitab. Dapatkah kita meng-ia-kan ketiga hal tersebut? Dapatkah mereka tahan uji itu? Saya pikir, dapat.
SUSUNAN ALKITAB
Pertama-tama mengenai susunan Alkitab, diperlukan gambaran yang lebih positif mengenai susunannya daripada yang sekarang terdapat pada umumnya. Mengambil banyak dari kritik yang dimaksud akan menunjukkan bahwa Alkitab itu dihancurkan dengan banyak cara dan segala hal mengenai susunannya menghilang darinya. Umpamanya diceritakan bahwa kitab-kitab ini, katakanlah kitab-kitab Musa, terdiri dari banyak dokumen yang munculnya belakangan dan tak mungkin mengaku bernilai historis. Juga diceritakan bahwa hukum-hukum yang terdapat di dalamnya, sebagian besar berasal dari zaman lebih muda, sedangkan terutama hukum-hukum Imamat disusun sesudah pembuangan; mereka bukan diberikan oleh Musa, mereka tidak dikenal waktu orang-orang Israel digiring ke dalam tahanan. Penggunaan kuil mereka mungkin terdapat di dalam hukum-hukum Imamat, tetapi sebagian besar dari hukum Imamat itu sama sekali tidak dikenal. Itu adalah konstruksi – ‘penemuan’ jika menggunakan istilah yang belakangan digunakan, oleh para pendeta dan para penulis pada masa sesudah pembuangan. Mereka dirapikan, dihadapkan kepada komunitas Yahudi yang baru kembali dari Babilonia dan diterima oleh mereka sebagai Hukum hidup. Dengan demikian sejarah Kitab Injil telah terjungkirbalikkan, dan segalanya memperlihatkan suatu aspek yang sama sekali baru.
Haruskah saya demi menghormati kritik, menerima teori-teori ini dan melepaskan struktur yang disuguhkan oleh Alkitab? Mengambil Alkitab seperti apa adanya, saya menemukan, dan anda juga akan menemukan jika anda melihat di
“Jalanlah Zion….. ceritanlah kepada menara-menaranya; perhatikan dengan baik benteng-bentengnya’” anda akan menemukan di
“Ah, itu sih OK OK saja”, saya dengar seorang berkata, “tetapi ada fakta-fakta di sisi lain, terdapat bukti-bukti sekian banyak yang oleh teman-teman kita yang kritis dikemukakan bahwa Alkitab sebenarnya adalah sekumpulan fragmen dan dokumen dari zaman jauh kemudian, dan bahwa sejarahnya sebetulnya jauh berbeda dari apa yang digambarkan oleh Alkitab”. Nah, apakah kita harus duduk dan menerima ucapan mereka mengenai subjek tanpa bukti ini. Apabila saya melihat bukti-buktinya saya tidak temui daya meyakinkan yang teman-teman kritisi kita anggap mereka miliki.
Saya tidak menolak teori kritis macam ini, karena itu menyalahi prasangka dan tradisi-tradisi saya; saya menolaknya hanya karena menurut saya buktinya tidak mendukungnya, dan bahwa bukti yang lebih kuat berlawanan dengannya. Saya tidak dapat lebih mendetil; tetapi ambil saja satu soal yang telah saya sebutkan – asal-usul hukum Imamat pasca-pembuangan. Saya telah menyebutkan apa yang telah dikatakan mengenai persoalan ini – bahwa hukum dan institusi yang terdapat di bagian tengah Kitab-kitab Pentateuch – hukum-hukum dan institusi tentang Imam dan kaum Lewi dan korban dsb. sebetulnya tidak ada, tidak mempunyai bentuk otoritatif, dan sebagian besar sama sekali tidak ada hingga setelah kaum Yahudi kembali dari Babilonia, barulah dikeluarkan sebagai sekumpulan hukum yang lalu diterima oleh kaum Yahudi. Ini adalah teori yang dikemukakan berkali-kali. Tetapi – biarlah pembaca menempatkan dirinya pada posisi mereka yang baru kembali, dan melihat apa arti hal ini. Orang-orang buangan ini telah kembali dari Babilonia. Mereka telah diatur menjadi sebuah komunitas baru. Mereka telah membangun kembali kuilnya, lalu bertahun-tahun sesudah itu, tatkala segalanya menjadi kacau, kedua orang besar itu, Ezra dan Nehemia bergabung dengan mereka, dan lambat laun Ezra menyusun dan memproklamasikan di depan umum Hukum Musa ini – yang dinamakannya Hukum Musa, hukum Allah melalui tangan Musa – yang telah ia bawa dari Babilonia. Apa yang telah terjadi digambarkan seluruhnya di dalam Pasal 8 Kitab Nehemia. Ezra membacakan hukum itu dari mimbar kayunya hari demi hari kepada rakyat dan penerjemah memberikan artinya. Tolong diperhatikan, sebagian besar yang tertera di dalam hukum ini, di dalam kitab yang ia bacakan kepada rakyat itu, belum pernah didengar, -- bahkan tidak pernah ada, imam dan orang-orang Lewi seperti digambarkan di
Ini adalah hal yang luar biasa pertama-tama, selanjutnya harap diingat itu komunitas apa. Ia bukan komunitas yang satu dalam berpikir tetapi sebuah kumpulan orang-orang yang terbagi-bagi secara tajam. Jika anda baca ceritanya anda akan menemukan bahwa terdapat kelompok-kelompok yang sangat menentang yang satu terhadap yang lain; terdapat Fraksi-fraksi yang sangat menentang Ezra dan Nehemia beserta reformasi-reformasinya, terdapat banyak, seperti dapat dilihat di Kitab Maleakhi, yang secara religius tidak beriman. Tetapi luar biasa adanya, bahwa semua bergabung dan menerima hukum yang baru dan memberatkan dan hingga waktu itu belum pernah didengar itu, sebagai Hukum Musa, hukum yang datang kepada mereka dari zaman purbakala. Di dalam komunitas itu terdapat para imam dan orang Lewi yang tahu tentang asal-usul mereka sendiri, mereka memiliki silsilah keturunan dan mengerti tentang masa lampau mereka sendiri. Menurut teori yang baru orang-orang Lewi ini adalah sebuah ordo baru, mereka belum pernah ada sebelum waktu pembuangan, dan mereka terjadi oleh hukuman keterpurukan yang telah diucapkan atas mereka oleh Nabi Yehezkiel di Pasal 44 dari Kitabnya. Sejarah tidak menyebut-nyebut tentang keterpurukan ini. Jika ada yang menanyakan siapa yang menjalani kemunduran ini, atau mengapa diadakan, dan bilamana dilakukan, dan mengapa para imam sampai tunduk pada kemunduran ini, sama sekali tidak ada jawaban yang dapat diberikan. Pokoknya itu yang telah terjadi, begitu di ceritakan kepada kita.
Jadi, para imam dan orang Lewi berada di sana, dan mereka berdiri dan mendengarkan tanpa heran tatkala dari Ezra mereka mendengar bagaimana orang-orang Lewi dipisahkan berabad-abad sebelumnya dihutan belantara oleh tangan Allah, dan disediakan persembahan cukup untuk hidup mereka, dan kota-kota, dlsb, disediakan untuk mereka hidup. Orang-orang mengetahui sedikit tentang masa lalu mereka. Kota-kota itu tidak pernah ada kecuali di atas kertas, tapi mereka telan semua itu. Mereka diceritakan tentang kota-kota itu yang mereka tahu tidak pernah ada sebagai kota-kota Lewi. Mereka tidak hanya mendengar tetapi mereka menerima Beban persembahan yang berat tanpa sepatah kata protes, dan mereka mengadakan perjanjian dengan Allah, serta mengikat dirinya untuk menuruti dengan seksama semua perintah itu. Hukum-hukum Persembahan itu, seperti yang telah kami temukan, sebetulnya tidak ada hubungan sama sekali dengan keadaan mereka. Dibuat untuk sebuah kasus yang sama sekali lain, dan telah disusun untuk keadaan di mana terdapat sedikit imam dan banyak orang Lewi.
Dengan demikian saya bisa memeriksa satu per satu ketetapan hukum itu – tabernakel dan imam dan korban dan Hari Penebusan – semua ini, dalam bentuk pasca-pembuangannya, tidak pernah ada; itu hanya pintalan otak mereka yang pandai berdaya-cipta; tetapi tetap diterima oleh masyarakatnya sebagai hasil kerja asli oleh si pembuat hukum kuno. Apakah pernah ada hal semacam itu?? Cobalah di
SEBUAH WAHYU SUPRANATURAL
Menurut saya adalah sebuah unsur yang mutlak di dalam suatu doktrin Injil yang dapat bertahan, bahkan inti dari persoalannya, bahwa ia mengandung catatan tentang suatu wahyu yang supranatural; dan itulah apa Alkitab yang mengaku dirinya, bukan suatu perkembangan pikiran manusia tentang Allah, bukan juga apa yang orang ini atau orang yang itu pikirkan tentang Allah, bagaimana mereka memperoleh ide-ide mengenai Yehova atau Yahweh, yang mulanya adalah dewa badai dari Sinai, dan bagaimana mereka menghasilkan daripada semua itu Allah universal yang agung milik para nabi-nabi – melainkan sebuah wahyu supranatural dari apa yang Allah sendiri telah ungkapkan dalam kata dan perbuatan kepada manusia di dalam sejarah. Dan apabila pengakuan tentang wahyu supranatural dari Allah jatuh, maka Alkitab pun jatuh karena ia terikat padanya dari mula hingga akhir. Nah, tepat di sinilah sebagian besar dari pemikiran modern kita berpisah dengan Alkitab. Saya sangat menyadari bahwa banyak dari kawan-kawan kita yang menerima teori-teori kritis yang baru ini, mengaku bahwa mereka sama kuatnya percaya pada Wahyu Ilahi seperti saya sendiri dan kepada Yesus Kristus serta semua hal mengenai Dia. Saya senang dan saya percaya bahwa mereka yakin bila mengatakan bahwa di dalam agama
Tetapi apa yang saya pertahankan ialah bahwa teori agama Alkitab yang mengalami evolusi, yang secara ganjil telah dikenal sebagai pandangan yang kritis, mempunyai asal-usul yang sangat berbeda di dalam kelompok orang-orang yang tidak percaya pada wahyu supranatural Allah dari Alkitab. Kelompok ini seluruhnya, sebagai sebuah kelompok yang tersebar luas, memegang posisi fundamental – posisi yang oleh para penganutnya disebut pikiran modern, bahwa keajaiban tidak terjadi dan tidak mungkin terjadi. Kelompok ini yakin bahwa hal itu mustahil, oleh karena itu para pengikutnya harus mengesampingkan segala yang demikian, dari catatan Alkitab.
KITAB YANG DIILHAMI
Sekarang, sekedar sepatah kata sebagai penutup, mengenai Ilham. Saya rasa tidak seorangpun akan menimbang dengan hati-hati pembuktian Alkitab itu sendiri tanpa mengatakan bahwa setidaknya ia menyatakan dirinya sebuah kitab yg diilhami dengan cara yang aneh dan istimewa. Saya kira hampir tidak ada seorangpun yang meragukan bahwa Yesus Kristus memperlakukan Perjanjian Lama demikian. Kristus pasti memperlakukannya sebagai suatu tingkat wahyu yang tidak sempurna. Kristus sebagai Putra Manusia, mengambil sikap agung dan bebas terhadap wahyu itu, dan Ia menggantikannya dengan sesuatu yang lebih tinggi, tetapi Kristus mengakui bahwa di sana telah terjadi wahyu Ilahi yang sesungguhnya, behwa Ia adalah tujuan dari semua itu; Ia datang untuk menggenapi Kitab-kitab hukum dan para nabi. Bagi-Nya Kitab Suci adalah yang terbaik. “Apakah engkau tidak membaca? Kau melakukan kesalahan dengan tidak mengenal Kitab Suci”. Dan sama pastinya bahwa para rasul pun memperlakukan Perjanjian Lama dengan cara yg sama dan bahwa mereka menegaskan dengan cara istimewa sendiri, Roh Kudus. Mereka menyatakan bahwa di dalam diri mereka dan di dalam kata-kata mereka telah diletakkan “dasar untuk pembangunan Gereja”, Yesus Kristus sendiri sebagai inti dari kesaksian mereka, sebagai batu penjuru terpenting, “dibangun di atas dasar Rasul-rasul dan Nabi-nabi”. Dan apabila anda bertanya: “Nah, apakah ini Rasul-rasul dan Nabi-nabi Perjanjian Baru?”. Itu terdapat di Efesus pasal 2. Jika anda baca sampai pasal 3, ayat 5, anda akan menemukan misteri Kristus yang telah diungkapkan oleh Roh Allah kepada Rasul2 dan Nabi2-Nya yang kudus oleh Roh-Nya, dan di atas itulah Gereja telah dibangun. Dan apabila anda sampai kepada 2 Timotius 3:14-17, di bagian klasik itu anda akan menemukan tanda-tanda yang mengkhususkan Injil yang terilhami itu.
Ambillah ALKITAB itu dan ajukan hanya satu buah pertanyaan: Dapatkah ia memenuhi persyaratan sebagai Kitab terilhami ini? Bagaimana kita harus mengujinya? Saya tidak akan membahas pertanyaan yang telah memisahkan orang-orang baik mengenai teori-teori wahyu – pertanyaan-pertanyaan tentang kekhilafan mendetil dan lain-lain hal. Saya mau meninggalkan hal-hal yang di sekelilingnya, menuju ke intinya, tetapi hanyalah ambil pengujian yang lebih luas.
PENGUJIAN ALKITAB SENDIRI MENGENAI ILHAM
Apakah yang telah diberikan Alkitab sendiri kepada kita sebagai ujian terilhaminya? Apa yang disebutkannya sendiri sebagai sifat-sifat yang keilhaman memberikan kepada-nya? Paulus di dalam Timotius berbicara tentang Tulisan-tulisan suci yang mampu menuntun menuju penyelamatan melalui kepercayaan yang ada pada Yesus Kristus. Ia lanjutkan mengajari kita bahwa SELURUH Kitab Suci diberikan melalui Ilham Allah dan berguna bagi pengajaran, bagi teguran, bagi perbaikan, bagi pendidikan dalam kebenaran, sehingga manusia Allah menjadi sempurna, dibekali sepenuhnya untuk segala pekerjaan baik (2 Timotius 3:16). Apabila anda kembali ke Perjanjian Lama dan pujiannya mengenai Sabda Allah anda akan juga menemukan bahwa sifat-sifat keilhamannya juga sama. “Hukum Allah itu sempurna”, dst. Itulah sifat-sifat yang dianggap dipertahankan oleh Kitab yang terilhami - sifat-sifat yang hanya dapat diberikan oleh sebuah Ilham yang sesungguhnya oleh Roh Allah, sifat-sifat yang lebih dari itu tidak kita butuhkan.
Apakah ada yang meragukan bahwa Alkitab memiliki sifat-sifat ini? Lihat saja penyusunannya; lihat saja kelengkapannya, lihat dia di dalam kejelasan dan kelengkapan serta kekeramatan pengajarannya, lihat dia di dalam kecukupannya untuk menuntun setiap jiwa yang dengan sungguh-sungguh mencari terang menuju pengenalan Allah yang menyelamatkan. Ambil Kitab itu sebagai sebuah kesatuan, mencakup seluruh maksudnya, seluruh semangatnya, seluruh tujuan dan kecenderungannya, serta seluruh susunannya, lalu tanyalah, Apakah tidak jelas terlihat kuasa yang hanya dapat ditelusuri kembali, seperti ia sendiri menelusuri dirinya, kepada Roh Allah yang kudus yang ada di dalam orang-orang yang telah menulisnya??
AMSAL 23:23 Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian.
www.wayoflife.org (Ribuan Artikel) dikelola DR. David Cloud
www.webkristiani.co.cc (memuat 3000 Situs Kristiani)
www.dedewijaya.co.cc (memuat 240 Artikel) Hit Counter: 25500
Milist: diskusi-alkitab@googlegroups.com (Forum Diskusi tentang ALKITAB)
No comments:
Post a Comment