Motivasi yang murni, moral yang tinggi, dan pengajaran yang benar, adalah harta karun kekristenan sejak diletakkan dasarnya oleh para Rasul. Tiga sukat gandum tersebut adalah nilai kekristenan yang tidak terhingga. Jika kekristenan serius menjaga ketiga harta karun tersebut, maka kekristenan akan tetap bernilai tinggi di mata setiap manusia. Motivasi yang tertuju pada hanya untuk menyenangkan hati Tuhan sambil menyingkirkan semua godaan materi, jasmani dan duniawi, adalah harta karun pertama kekristenan.
13 Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengar ahkan diri kepada apa yang di hadapanku, 14 dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. (Fil.3:13-14).
Dengan motivasi yang hanya untuk menyenangkan hati Tuhan dan mengejar panggilan sorgawi, pasti akan menghasilkan moral yang tertinggi. Dan itulah yang telah merubah Rasul Paulus dari seorang penganiaya menjadi seorang yang tanpa balas ketika dianiaya.
Bukan hanya dianiaya tanpa balas, bahkan yang setia menjaga lidah, serta selalu berpikir untuk melakukan hal-hal yang kita ingin orang lain lakukan kepada kita (Mat.7:12). Sepanjang sejarah kekristenan, moral orang Kristen adalah jati diri kekristenan yang dikagumi semua orang.
Bersamaan dengan motivasi yang murni, moral yang tinggi, adalah pengajaran yang benar (alkitabiah). Firman Tuhan adalah kebenaran (Y oh,-17:17), bahkan Tuhan sendiri adalah kebenaran (Yoh. 14: 6). Pengajaran yang diajarkan dan diterima dengan akal sehat dan didasarkan pada Alkitab, adalah pengajaran yang benar.
Jadi, sesungguhnya tiga harta karun kekristenan; motivasi, moral dan pengajaran yang benar, memiliki efek saling mempengaruhi. Doktrin yang alkitabiah akan menghasilkan moral yang alkitabiah dan motivasi yang alkitabiah demikian sebaliknya.
Tetapi belakangan ini kita melihat gereja tersusupi nabi-nabi palsu yang motivasinya ialah mencari materi. Mereka mengambil seluruh persembahan sebagai milik mereka tanpa ada yang membatasi mereka. Tidak heran kalau banyak pebisnis yang gagal mengalihkan profesi mereka menjadi pebisnis rohani. Dengan bermodalkan cerita seperti yang biasa disampaikannya pada saat ia masih menjadi motivator di bisnis materi, dan ia tambah dengan bumbu ayat-ayat Alkitab, ia berhasil memukau pendengarnya. Sebenarnya sangat gampang mencium pemimpin gereja yang memiliki motivasi tidak murni. Biasanya mereka hanya berhasil menggaet orang-orang yang memang datang ke gereja untuk tujuan materi juga.
Karena motivasi yang tidak murni, selanjutnya pasti membawa efek pada moral. Selanjutnya kita bisa lihat kondisi keluarga Kristen masa kini. Istri ikut besuk sampai tidak memperhatikan suami dan anak, bapak naik-turun Sorga sementara anak keluar-masuk penjara. Di penjara penuh dengan “para rasul” karena Petrus, Paulus, Thomas ada dalam daftar penghuni penjara. Apakah Anda heran?
Orang yang datang kepada Tuhan dengan motivasi yang salah, tidak mungkin menginginkan pengajaran yang alkitabiah. Sebaliknya pengajaran yang alkitabiah akan menyakiti hati mereka. Mereka bukan mau bertobat, melainkan datang ke gereja karena mendengar dari teman-teman mereka bahwa ada berkat (materi), bahkan ada doorprize. Tadinya mereka mau ke dukun gunung Kawi, tetapi kata teman mereka bahwa pendeta anu lebih manjur dari dewa gunung Kawi.
Mudah-mudahan Anda yang membaca tulisan ini adalah orang yang sungguh ke gereja untuk mencari kebenaran. Bukan menyombongkan diri, tetapi Anda bisa bersama-sama kami mengamati bahwa semakin hari telah semakin sulit mendapatkan gereja yang tetap setia memberitakan kebenaran yang berani menanggung resiko dipandang sebagai gereja yang aneh, selain GBIA. Tetapi demi mengasihi Tuhan dan kebenaranNya, kami mau bertahan pada motivasi yang termurni, yaitu yang hanya untuk memuliakan Tuhan, dan menjunjung moral tertinggi, serta kokoh pada pengajaran yang alkitabiah, yang didasarkan pada ayat-ayat Alkitab melalui penelaahan akal sehat.**
Sumber: Dr. Suhento Liauw, Th.D dalam Jurnal Teologi Pedang Roh edisi 81 Oktober-November-Desember 2014
No comments:
Post a Comment