Ada  penekanan besar dalam jemaat-jemaat masa kini pada “pelayanan  penyembahan” (worship services). Biasanya, jemaat-jemaat memakai iringan  “band pemuji” dan seorang “pemimpin penyembahan” (worship leader).  Himne tradisional tidak lagi dipakai dan digantikan dengan lagu-lagu  rohani popular yang dapat menyentuh hati orang banyak. Undangan  diberikan kepada anggota jemaat untuk mengikuti alunan musik dan  membebaskan diri dalam melakukan penyembahan kepada Allah. Biasanya, ada  pula penekanan untuk mengundang Roh Kudus untuk bekerja atas diri orang  yang hadir. Dalam acara tersebut, biasanya terdapat konsep bahwa Roh  Kudus seharusnya tidak di “put in a box,” sehingga tidaklah salah jika  ada manifestasi aneh seperti bergetar dan jatuh selama penyembahan.  Tidaklah aneh jika kita juga menemukan kekacauan, kebingungan, para  pemimpin perempuan, dan berbagai hal yang jelas-jelas tidak alkitabiah  dalam kebaktian penyembahan kontemporer.
Perjanjian Baru memang tidak memberikan  pola tertentu untuk melakukan kebaktian penyembahan bersama dalam  jemaat. Orang yang coba mencari pembenaran alkitabiah untuk kebaktian  penyembahan tidak akan mendapatkannya dalam tulisan para rasul. Mereka  harus melihat referensi penyembahan bait Allah di Perjanjian Lama atau  Kitab Wahyu, padahal pola untuk jemaat adalah tulisan para rasul. Ada  tiga kata kunci untuk penyembahan (worship) dalam Perjanjian Baru:  menyembah (worship), memuji (praise), dan memuliakan (glorify) dan  kesemuanya tidak digunakan dalam konteks ibadah penyembahan di jemaat  secara bersama. Satu-satunya kata “worship” dipakai dalam hubungannya  dengan penyembahan jemaat ada di dalam 1Kor. 14:25, dan itu berbicara  tentang penyembahan individu/pribadi, bukan penyembahan korporat.  Demikian pula, kata “memuji” atau “memuliakan” tidak pernah dipakai  dalam Perjanjian Baru sehubungan dengan penyembahan bersama dalam  pertemuan jemaat. Semuanya dipakai dalam ibadah pribadi melalui ucapan  syukur dan hidup saleh (Kis. 2:47; Rm. 15:5-6; 1Kor. 6:20; Flp. 1:11;  Ibr. 13:15; 1Ptr. 4:16).
Ini tidak berarti bahwa salah jika  jemaat menyembah Tuhan bersama-sama karena itulah yang juga kita lakukan  selama kebaktian jemaat. Faktanya, terdapat kurangnya kesadaran  penyembahan dalam rata-rata kebaktian jemaat yang sungguh-sungguh  percaya Alkitab. Akibatnya, penyembahan hanya bagaikan bergumam atau pun  sekadar ritual dan bukannya sarana mengarahkan hati kepada Allah.
Lalu, apakah perbedaan antara kebaktian penyembahan kontemporer dan pola penyembahan alkitabiah dalam jemaat?
(1)   Penyembahan yang alkitabiah dalam jemaat tidak menekankan pada penggunaan musik. Dua kali penyebutan musik  dalam surat-surat di Perjanjian Baru berfokus pada pembangunan  (edifying) orang-orang kusud saat dinyanyikan kepada Tuhan (Ef. 5:19;  Kol. 3:16). Sesungguhnya, penyembahan alkitabiah menekankan bahwa Allah  disembah melalui segala sesuatu yang dilakukan dalam jemaat daripada  sekadar satu jenis penyembahan yang dinaikkan kepada-Nya saat waktu  pujian (1Ptr. 4:11). Berlawanan dengan ini, penyembahan kontemporer  hamper berfokus secara eksklusif pada satu jenis penyembahan kepada  Allah, yaitu saat menyembah dengan musik kontemporer tersebut. 
(2)   Penyembahan  yang alkitabiah dalam jemaat tunduk pada ajaran para rasul yang  menuntut bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan sopan dan teratur,  sehingga tidak ada kebingungan, bahwa perempuan tidak boleh  memimpin, dll. (1Kor. 11:2; 14:37). Ini berarti bahwa segala hal yang  tidak alkitabiah, yang berhubungan dengan penyembahan kontemporer,  khususnya karismatik, harus ditolak.
(3)   Penyembahan yang alkitabiah dalam jemaat menekankan pemahaman daripada emosi (1Kor.  14:15). Penekanannya bukanlah “merasakan hadirat Allah”, melainkan pada  pemahamam dan pengenalan akan Allah melalui kebenaran Firman-Nya. Kita  melihat ini terpancar dalam himne tradisional. Para penulis himne itu  bertujuan untuk membangun pengertian dan bukan menciptakan getaran  emosi. Dalam ibadah kontemporer, “puji-pujian dipilih untuk  menstimulasi/merangsang (to induce) perasaan para penyembah … [to  induce] suatu keadaan mengubah keadaan sadar dengan manipulasi nyata”  (Alan Morrison, The New Style of Worship and the Great Apostasy).
(4)   Penyembahan  yang alkitabiah dalam jemaat menekankan kesatuan iman dan bukan konsep  ekumene, berbeda-beda tetapi satu sebagai hal yang lazim dalam  penyembahan Kristen kontemporer (Rm. 15:6; Mat. 15:9; Yoh.  4:24). Tidak aka nada penyembahan yang sejati tanpa komitmen yang  sepenuhnya terhadap doktrin yang sesuai Alkitab. Doktrin campuran yang  ada dalam ibadah ekumene tidak memuliakan Allah dan tidak diterima-Nya,  betapa pun antusias dan sungguh-sungguhnya para penyembah itu  melakukannya.
(5)   Penyembahan yang alkitabiah dalam jemaat menuntut kesucian moral dan keterpisahan dari dunia (Rm. 12:1-2;  Flp. 1:11), berlawanan dengan penyembahan kontemporer yang menolak  pemisahan dan yang membangun jembatan dengan dunia melalui penggunaan  musik, pakaian, dll. yang duniawi. Tidak peduli bagaimana pun hidup dan  sikapnya, cukuplah bagi mereka untuk masuk ke dalam “saat penyembahan”  dengan antusiasme besar. Di kalangan jemaat dengan haya penyembahan  kontemporer, hanya ada sedikit khotbah melawan dunia secara jelas dan  praktis dan hanya sedikit pula memraktikkan disiplin jemaat.
(6)   Penyembahan yang alkitabiah dalam jemaat harus terus menerus waspada terhadap bahaya-bahaya rohani (1Ptr. 5:8; 2Kor. 11:1-4). Setidaknya 11 kali, para rasul mengingatkan orang percaya untuk “bijaksana’/sober.  Para gembala harus bijaksana (Ti. 1:8); orang tua harus bijaksana (ti.  2:2); perempuan harus bijaksana (Ti. 2:4); orang muda juga harus  bijaksana (Ti. 2:6); isteri gembala dan diakon juga demikian (1Tim.  3:11). Ternyata, 1Tes. 5:6 dan 1Ptr. 5:8 menjelaskan arti  bijaksana/sober ini yaitu secara rohani waspada, hati-hati, dan sadar.  Sementara itu, penyembahan kontemporer mengajarkan orang untuk  terbukapada pengaruh-pengaruh roh tanpa sadar adanya bahaya atau tipuan.  Mereka meminta penyembah untuk “terbuka dan rendah hati,” “membuka diri  terhadap Roh Kudus,” “mengundang Roh Kudus datang dan bekerja,”  “bersiap untuk hal yang tidak terduga.” Tak ada satu pun hal itu yang  diajarkan dalam Alkitab. Para rasul dan jemaat mula-mula tidak  memraktikkannya. Saat jemaat Korintus melakukan hal yang demikian dan  membiarkan kebingungan dan ketidakteraturan terjadi, Paulus menegur dan  memperbaiki kesalahan itu (Yoh. 4:24).
Dari sini, jemaat-jemaat yang  menjunjung tinggi Alkitab kiranya dapat belajar bagaimana jemaat dapat  membangun suatu pelayanan penyembahan yang benar. Konsep menyembah yang  benar itu harus benar-benar tertanam dan dipraktikkan pula secara benar  oleh jemaat Tuhan. Solusi kedinginan dan keengganan anggota jemaat dalam  menyembah, memuji, dan memuliakan Allah bukanlah dengan menggantikan  himne tradisional dengan penyembahan kontemporer, tetapi memastikan  bahwa kita adalah penyembah-penyembah benar yang menyembah Allah dalam  roh dan kebenaran (Yoh. 4:24).

 
 
No comments:
Post a Comment