Sunday, September 05, 2010

GERAKAN BAKAR AL QURAN

YABINA--“siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik? Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar. Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu. Sebab lebih baik menderita karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat.” (1Petrus 3:13-17)

Pagi ini Senin 2 Agustus 2010, ketika membuka komputer, penulis membaca dua berita yang penting untuk direnungkan. Pertama seorang teman yang akan naik pesawat dari Bandara Sukarno Hatta minggu malam menulis melalui blackberrynya: “I heard to day in Bekasi there was a religion tension, against church worship on the street of Batak Congregation.” Kedua berita Detik News, Senin, 02/08/2010, menulis artikel berjudul: Gereja di Florida Prakarsai ‘Gerakan Bakar Al Quran’ yang dimulai dengan alinea berbunyi: “Kerukunan antaragama di Amerika Serikat (AS) sedang mendapatkan cobaan. Dove World Outreach Center, sebuah gereja perjanjian baru non-denominasi di Gainesville, Florida, AS, akan menjadi tuan rumah 'Hari Pembakaran Al Quran Internasional' dalam memperingati 9 tahun tragedi serangan 11 September 2001.”

Kedua peristiwa itu menunjukkan bahwa semua agama tidak terkecuali Kristen memiliki kelompok-kelompok yang berfikir menurut fanatisme yang sempit dan sering bertindak ekstrim, dan kelompok-kelompok ekstrimis agamis itu merasa diri mereka menjalankan perintah Tuhan dan ingin menghakimi semua yang tidak mengikuti kehendak mereka tanpa memperhatikan konsekwensinya yang bisa berdampak luas. Pada tahun 1995 di Pekalongan, ada berita berjudul ‘Orang Cina Merobek Al Quran.’ Isu ini sempat menimbulkan huru-hara berbau SARA di kota itu yang mengakibatkan puluhan toko-toko milik non-pri, gereja dan kelenteng dirusak masa yang kemudian sempat menyebar ke beberapa kota disekitarnya. Kalau merobek Al Quran saja bisa berdampak begini, bagaimana kalau Al Quran dibakar?

Kasus rencana pembakaran Al Quran di Florida yang dilakukan oleh gereja kecil dengan rata-rata 50 pengunjung setiap kebaktian itu, justru akan mencoreng muka Yesus dan kekristenan, daripada menjadi kesaksian akan kasih kristiani yang merupakan inti pesan kristen. Kita tidak perlu kuatir untuk menyalahkan tindakan ceroboh gereja di Florida itu dan mendoakannya, bukan karena sebagai minoritas di Indonesia umat kristen ingin mencari muka, tetapi karena memang tindakan demikian berlawanan dengan ‘kasih Injil.’ Sebaliknya, kitapun tidak perlu segan menyalahkan pelarangan ibadah maupun pembakaran gereja!

Umat kristen tidak perlu ikut-ikutan dengan sentimen kelompok kecil di Florida itu yang bukannya mengasihi melainkan melakukan tirani seperti yang mereka salahkan sebagai dilakukan oleh pihak lain. Generalisasi merupakan sikap ketakutan yang sering diidap oleh sebagian umat, sekalipun para pengacau dan teroris meng’atas-nama’kan Allah dan agama Islam dalam tindakan teror mereka, umat Kristen seharusnya meng’atas-nama’kan ‘Allah yang kasih’ (Yoh.3:16). Sebagian besar umat Islam menyalahkan terorisme 11 September di USA itu, demikian juga sebagian besar orang Amerika termasuk yang kristen tidak menyalahkan Islam sebagai berada dibalik musibah itu, karena itu mengkait-kaitkan terorisme itu dengan perilaku agama Islam sebagai keseluruhan merupakan kekeliruan fatal, ini sama halnya kalau kita menganggap semua gereja di Amerika Serikat mau membakar Al Quran sama fanatiknya dengan gereja kecil di Florida itu.

Tidak kurang National Council of Churches in USA (NCC) maupun National Association of Evangelical (NAE), demikian juga gereja terbesar di USA yaitu Southern Baptist menyalahkan rencana gereja di Florida itu, demikian juga gereja Katolik Roma di sana menyalahkan fanatisme sempit yang lebih mencerminkan ketidak tahuan akan misi Injil daripada sebagai corong ‘firman Allah yang kasih.’

Memang di kalangan umat Kristen Amerika ada sebagian yang disebut sebagai ‘Christian Zionist’ yang bagaimanapun berusaha untuk membela Israel apapun tindakan mereka dan menyalahkan negara-negara Arab yang dianggapnya Islam, padahal umat kristen Palestinapun banyak yang dihambat oleh Israel juga. Bagi mereka membela Israel adalah membela Allah, padahal Yesus Kristus yang adalah Immanuel (Allah yang menyertai kita) selama pelayanannya tidak pernah berurusan dengan berdirinya negara Israel, bahkan Tuhan Yesus pernah menubuatkan kehancuran Jerusalem dan bukan membela Jerusalem secara politik dengan menyalahkan orang-oprang Romawi, tetapi menjadikan kejadian itu sebagai peringatan bagi bangsa Israel untuk bertobat, Jerusalem yang membunuh nabi-nabi bahkan yang juga membunuh Yesus (yang adalah orang Yahudi/Israel) yang adalah Allah yang menyatakan Diri itu.

Sebagai umat kristen, kita seharusnya menjadi penengah dan pendamai kedua belah pihak, yang disatu sisi berfalsafah ‘mata ganti mata, gigi ganti gigi’ dan lainnya berfalsafah ‘perang jihad.’ Umat kristen di ajarkan untuk menjalankan perintah Yesus untuk mengasihi sesamanya (serahkan pipi kiri kalau pipi kanan ditampar) dan mengajak mereka semua ke jalan keselamatan melalui Yesus Kristus. Berpihak kepada salah satu pihak ekstrimis justru berarti kita menyangkali dan tidak mentaati Injil kabar baik itu.

Peristiwa menarik terjadi beberapa tahun lalu di Ramallah ketika terjadi perang antara tentara Israel dan pejuang Palestina. Pejuang Palestina yang kalah persenjataannya terdesak dan masuk ke gereja ‘Nativity’ (gereja yang dianggap tempat Yesus di lahirkan) di Betlehem. Israel menuntut agar gereja menyerahkan pejuang Palestina yang bersembunyi namun gereja menolak. Pemecahannya indah dan damai, yaitu para pejuang dibiarkan bebas pergi keluar dengan meninggalkan senjata mereka. Inilah sikap kristiani yang perlu kita praktekkan terus-menerus khususnya dalam konteks konflik Israel vs. Palestina.

Dalam menghadapi isu Israel dan Hamas belakangan ini, tepat sikap tegas Persekutuan Gereja di Indonesia (PGI) yang menyalahkan Israel dan juga Hamas dalam konflik Israel vs. Palestina, maka kitapun seharusnya bersikap menurut kacamata Tuhan Yesus, yaitu tidak membela Israel dan menyalahkan Hamas dan juga tidak membela Hamas dan menyalahkan Israel, melainkan menyalahkan kesalahan yang dilakukan baik oleh Israel maupun Hamas, dan mendorong mereka agar menjalankan perundingan yang kasih dan damai demi mencapai keadilan Allah, sebab itulah yang Tuhan Yesus ajarkan kepada para pengikutnya. Kita tidak perlu memperluas perang Israel-Palestina seakan-akan itu perang agama Yahudi melawan Islam, sebab itu perang perebutan tanah untuk eksistensi kedua bangsa Israel dan Arab, Zionist Isarel yang sebagian besarnya sudah sekular. Sekalipun Yesus diharapkan sebagai pembebas tanah Israel, Ia dengan tegas memproklamiskan misinya karena ‘Kerajaan Allah bukan Dari Dunia Ini!’

Menghadapi ulang tahun peristiwa 11 September di USA, kita juga tidak perlu memperluas seakan-akan itu perang agama Islam melawan agama Kristen, yang jelas para teroris juga disalahkan oleh mayoritas umat Islam sendiri, sedangkan diantara para korban juga ada yang beragama Yahudi, Islam, Kristen, maupun Atheis. Yang jelas peristiwa ‘nine-one-one’ itu merupakan pembalasan sekelompok teroris atas negara ‘paman Sam’ karena ulah USA yang mati-matian ikut campur dalam konstelasi politik Timur Tengah demi kepentingan politik minyaknya. Ingat, Amerikalah yang mempersenjatai Taliban ketika mereka melawan Russia, dan sekarang memusuhi Taliban. USAlah (yang lobi Yahudinya kuat) yang secara total mempersenjatai Israel dalam perang Israel-Arab sampai sekarang, bahkan sekalipun USA mati-matian melawan program nuklir Iran, USA tutup mata terhadap program nuklir Israel bahkan mendukungnya.

Kenyataan kepongahan Amerika yang diserang dalam peristiwa 11 September dapat dilihat dari kenyataan berikut: Penulis pernah berkunjung sampai ke puncak gedung kembar World Trade Center di New York City, dan mendapat brosur yang memang menggambarkan bahwa WTC merupakan kebanggaan ‘uncle Sam,’ betapa tidak, cover brosur dimulai dengan judul besar berbunyi: ‘The closest some of us will ever get to heaven’ (bagi orang Amerika, heaven bisa berarti langit tapi juga surga) dan didalamnya ada tulisan: ‘And in the evening, please don’t touch the stars.’ Kebanggan diri ini tercermin dalam kotbah tokoh Amerika sendiri, yaitu Billy Graham, yang dalam Memorial Service yang khusus diadakan di Kathedral Episcopal Washington untuk memperingati peristiwa itu dimana ia mengkotbahkan bahwa WTC merupakan gambaran kebanggan orang Amerika yang selama ini menyombongkan kemajuan dan kemakmurannya, tetapi semuanya itu dapat runtuh seketika seperti terlihat dengan hancurnya kedua menara kembar itu, namun bila ia dibangun diatas fundasi yang kuat, kita bisa membangunnya kembali dengan lebih kuat. Lalu Billy Graham mengkaitkan pesan ini dengan Injil, bahwa adalah perlu memiliki fundasi iman kristiani yang kuat untuk membangun Amerika Serikat!

Menjalani bulan menjelang peringatan 11 September, marilah kita berdoa seperti Billy Graham agar rakyat Amerika menjadi seperti harapan Billy Graham, dan menghadapi kasus gereja kecil di Florida yang ingin ‘membakar Al Quran’ yang beritanya menghiasi surat kabar, you tube, dan milis-milis saat-saat ini, marilah kita berdoa seperti doa Tuhan Yesus agar ‘Allah Bapa mengampuni mereka karena mereka tidak tahu akan apa yang mereka lakukan,’ dan marilah kita berdoa agar ‘Roh Kudus menyadarkan mereka agar tidak meneruskan rencana yang tidak masuk akal itu.’

Amin.

Salam kasih dari YABINA ministry www.yabina.org

No comments: