Tuesday, June 03, 2008

BINCANG-BINCANG SOAL ISU:”YESUS TIDAK MATI DISALIB” (Bagian 2)

KISAH PARA NABI SEGALA ZAMAN VS AL-QURAN
Jika Quran hanya mampu menyangkal kematian Isa dengan satu ayat yang bersifat klaim, tanpa bukti dan saksi, maka tidak demikian halnya dengan Alkitab. Pembuktian akan kebenaran kematian Yesus disalib serta kebangkitanNya, tidak terkira kokohnya, internal maupun eksternal. Itu sudah terlalu banyak ditulis para ahli tanpa ada sanggahan yang layak. Namun bukti yang kita kupas dibawah ini akan menambahi ekstra, yang akan memberikan perspektif baru kepada teman Muslim. Sebab kematian-kurban memang eksis bagi Mesias, dan itu bukan bikinan atau diada-adakan oleh manusia. Ia sungguh telah dijanjikan Tuhan dari mulutNya dan/atau dari tanganNya sendiri, dan diteruskan turun-temurun sejak manusia pertama!

Lihat, Adam dan Hawa dikala itu masih hidup dalam kenaifan budaya alam fauna dan flora. Keduanya tentu tidak bisa memahami apa itu “kematian-kurban.” Maka Tuhan harus mengkomunikasikannya secara bertahap dalam konsepsi, dengan ilustrasi, dan perlambangan darah yang harus ditumpah sebagai kurban penebus dosa. Dan sejak itu, Tuhan terus berjanji kepada manusia akan hal yang sama dari zaman ke zaman lewat nabi-nabiNya.

Namun cukup mengagetkan bahwa Muhammad justru tidak termasuk dalam deretan nabi yang meneruskan janji istimewa itu kepada umatnya. Bahkan lebih dari itu, Allah SWT tampaknya sengaja mengosongkan janji itu dari wahyu-wahyu yang diturunkan kepadanya, walau masih bisa ditemukan jejak-jejak janji tersebut yang akan kita bicarakan dibawah ini.

1). Kisah di zaman Adam
Simaklah Kitab Kejadian 3:15, dimana Tuhan berkata kepada Iblis dalam ungkapan yang visioner, dan karenanya harus dipahami secara visioner pula:
”Berfirmanlah TUHAN kepada ular (si Iblis) itu:
’Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya. Keturunannya (akhirnya Yesus) akan meremukkan kepalamu (mengalahkan total), dan engkau akan meremukkan tumitnya (melukainya)’”

Tampak sejak awal di Taman Eden, kepada Adam dan Hawa telah dijanjikan Tuhan akan datangnya satu sosok Mesias yang akan menyelamatkan keturunannya dengan mengalahkan kuasa setan (meremukkan kepalanya), namun dengan mengorbankan fisiknya (berdarah, remuk tumitnya). Ini adalah janji besar dari mulut Tuhan sendiri, janji yang sayangnya tidak dapat ditemukan dalam Quran.

Tidak cukup janji mulut, Tuhan masih melanjutkannya dengan wujud tindakan, yang tentu masih bersifat perlambangan visioner yang jauh ke depan. Ini kita temukan dalam ayat 21,
Kejadian 3:21
”Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.”

Tampak bahwa Tuhan melakukan sebuah penganugerahan kasih kepada Adam dan Hawa dengan membuatkan cawat kulit binatang untuk menutupi ketelanjangan (dosa) mereka. Tuhan sendirilah yang berinisiatif menggantikan cawat daun-daunan yang dibuat oleh Adam dan Hawa bagi diri mereka (ayat 7), dikala Ia baru ”terluka hatiNya” oleh dosa pelanggaran Adam! Bukankah itu suatu demonstrasi kasih Tuhan yang luar biasa ajaib?

Tuhan tidak berkenan dengan cawat daun itu karena hal yang amat prinsip. Cawat daun ”made in Adam-Hawa” itu tidak absah dimata Tuhan karena itu adalah lambang usaha diri manusia untuk menutupi ketelanjangan (dosa) mereka. Manusia tidak bisa mengusahakannya, dengan amal apapun! Keadilan dan kekudusan Tuhan tidak membiarkan satu dosa/kejahatan untuk dihapus oleh 1000 pahala. Satu kejahatan perkosaan misalnya, tetap harus dihukum, sekalipun sipemerkosa telah mendermakan pembangunan 1000 rumah ibadat!

Cawat daun-daun penutup itu hanya maya, khayalan manusia yang tidak bertahan dan sia-sia. Hanya cawat kulit ”made-in-TUHAN” yang secara hakiki mampu menutup/menebus dosa manusia!

Perhatikan bahwa Quran sesungguhnya juga berbicara tentang ’cawat daun made in Adam,’ ”Lalu keduanya memakan (buah pohon itu) maka kelihatanlah auratnya. Dan keduanya mulai menutupi dari daun-daun surga.” (QS 20:121). Namun entah kenapa Quran kembali mengosongkan apa yang justru jauh lebih esensial dari daun, yaitu ’cawat kulit made in TUHAN.’

Sejumlah teman Muslim tidak mampu menyembunyikan keheranannya, kenapa cawat kulit ini justru tidak muncul dalam Quran? Menjadi pertanyaan yang tak terhindari: Apakah Alkitab atau AlQuran yang mewahyukan berita yang asli? Mungkinkah ayat tentang ’cawat made in TUHAN’ ini sengaja dipalsukan (ditambahkan) kepada Alkitab sejak ribuan tahun sebelum Muhammad, ataukah Quran yang sengaja mengosongkannya dengan alasan ”mengoreksinya”? Agaknya salah satu harus siap divonis sebagai keliru: yang ”menambahi” atau yang ”mengosongi.”

Kulit binatang muncul dari penyembelihan binatang. Ada kematian berdarah di sini. Diperkenalkan TUHAN untuk pertama kalinya suatu simbol korban-darah untuk ”cawat penutup dosa.” Korban darah binatang ini telah memvisualisasikan sebuah analogi konsep kematian & penebusan yang dirancang TUHAN demi menyelamatkan Adam serta seluruh keturunannya. Hukum Musa berkata, ”Nyawa makhluk ada dalam darahnya...dan tanpa penumpahan darah (korban) tak ada pengampunan” (Imamat 17:11, Ibrani 9:22). Sebab penutupan/penghapusan dosa manusia tidak bisa dilakukan oleh cawat daun: usaha-diri manusia melainkan hanya oleh kasih-karunia Tuhan lewat kematian sang Mesias sebagai korban-penebusan.

2). Kisah di Zaman Abraham
Kisah dari pengorbanan anak Abraham yang berakhir dengan penebusan kematiannya melalui seekor domba jantan, dicatat dengan lurus dalam Kejadian 22:8 dan 13,
”Tuhan yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagiNya”
”Abraham mengambil domba itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya.”

Sama dengan absennya identitas Isa gadungan di kayu salib, di sini Quran kembali tidak menjelaskan siapa anak Abraham itu, dan lebih gawat lagi, mengosongkan apa makna hakiki dari kisah mahabesar ini! (Disini, kita tidak perlu masuk dalam kontroversi siapa sang anak itu, Ismael atau Ishak, agar fokus terpenting kita, yaitu konsep PENEBUSAN—tidak mengabur). Bagaimana duduk perkaranya? Ya, mungkinkah Tuhan mendadak menyuruh seorang bapak yang sangat saleh untuk membunuh anaknya? Dosa apakah yang dilakukan si anak sehingga ia layak dibunuh? Ada apakah dibalik sebuah teka-teki yang sangat misterius bahkan tak masuk akal ini? Menguji iman? Oke, Tetapi tentu Tuhan tidak kehabisan cara menguji, sehingga harus terpaksa memilih cara yang melawan hukumNya. Dia sendiri telah melarang pembunuhan dan pengurbanan darah anak (yang sering dilakukan oleh orang kafir, Imamat 18:21), masakan kini tiba-tiba justru memerintah Abraham untuk berbalik membunuh? Dalam sebuah pembunuhan keluarga nabi.

Banyak teman Muslim beranggapan bahwa kisah ini hanya menyangkut ujian Allah kepada Ibrahim. KELIRU. Dengan anggapan yang hanya sebatas demikian, mereka tidak mampu menghilangkan antagonisme yang dimunculkan Tuhan. Mereka belum menyadari bahwa itu adalah suatu penggambaran dahsyat akan sebuah konsep penebusan yang dijanjikan Tuhan bagi manusia, yang diperagakan lewat sebuah tamsil dimana sang kurban (anak domba) perlu dibunuh demi menebus sang anak (anak Abraham). Demi keadilanNya, Tuhan memang mengharuskan semua orang berdosa untuk dihukum mati. Dan orang-orang berdosa itu diibaratkan sebagai anak Abraham yang harus disembelih, tetapi diselamatkan Tuhan dengan sebuah tebusan Anak Domba Tuhan yang melambangkan Yesus Mesias. Agar perlambangannya tidak salah, maka Nabi Yahya diutus untuk mengkonfirmasikan hal tersebut ketika Yesus secara fisik datang menghampirinya:
"Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29).

Sesungguhnya konsep penebusan ini sudah dilukiskan juga di dalam Surat Quran 37:107 dengan penggambaran yang sesuai, yaitu satu ”kurban yang besar/agung” bagi tebusan sang anak! Namun kejelasan konsep ini terhalang oleh terjemahan tafsiran yang apriori menjuruskan makna ”kurban” itu kepada pengertian yang amat dipersempit, dipatok menjadi ”seekor binatang sembelihan”, padahal wahyu aslinya samasekali tidak memuat teks kata-kata seperti itu. Bandingkan dengan kritis sejumlah terjemahan berikut ini:

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (terjemahan Depag)
Dan kami menebusnya dengan sembelihan yang besar (terjemahan Disbintalad)
We ransomed his son with a noble sacrifice (satu./sebuah kurban agung/mulia, terjemah N.J. Dawood)
And We ransomed him with a mighty sacrifice (sebuah kurban perkasa, terjemah Arberry)
Then We ransomed him with a tremendous victim (sebuah kurban yang dahsyat, terjemah Mohammed Pickthall)
And We ransomed him with a great sacrifice (kurban yang besar/hebat, terjemah Yusuf Ali)

Itu adalah gambaran sebuah konsep penebusan, yang datang secara vertikal dari atas ke bawah (dari Tuhan bagi anak-Nya), dengan korban yang amat besar nilainya (dahsyat). Sedemikian besar korban itu sehingga pewahyuan Quran sengaja memakai kata asli yang sama dengan salah satu diantara 99 nama/asma Allah, yaitu Al-Azhim (Yang Maha-Agung).

“Wa fa dainaahu bi dzibhin ‘azhiim.”

Jadi konteks dan makna kisah dan ayat-ayat tersebut sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan pemberian sedekahan dari manusia bagi sesamanya (yang bersifat horizontal) pada hari raya Kurban/Haji. Tuhan sendiri secara “vertikal dari atas” yang menyediakan (menganugerahkan tebusan keselamatanNya kepada manusia, dan bukan manusia Abraham yang mengusahakannya! (kembali sama dengan analogi penebusan dari Cawat Kulit ‘made-in Tuhan’: sebuah anugerah, bukan cawat daun yang diusahakan Adam). Teman Muslim akan mendapat pencerahan apabila berani bertanya 3 hal sederhana berikut ini di dalam keheningannya:

(a)Apa perlu-perlunya sang anak itu ditebus oleh Tuhan?
Bila Tuhan hanya ingin menguji iman Ibrahim (yang toh sudah diketahuiNya), Allah cukup melepaskan anaknya tanpa perlu tebusan kurban. Ujian iman telah berakhir pada waktu malaikat berseru kepada Ibrahim: “STOP, jangan bunuh anakmu!”

(b)Dan kenapa Tuhan memerlukan kematian-kurban?
Pakar Islam sulit menjawabnya dari sumbernya. Quran, kecuali mencoba mendalil logis tanpa dapat membuyarkan antagonisme dan misteri intinya: kenapa Allah sampai memilih memerintahkan sebuah pembunuhan keluarga nabi? Itulah. Kematian-kurban ini adalah gambaran analogis dari kematian seorang Al Masih, yang diperlukan sebagai kurban penebus (untuk mengganti) kematian yang harus dikenakan kepada setiap manusia (karena semua manusia itu berdosa). Sebab Hukum Keadilan Tuhan tetap berkata tanpa pandang bulu bahwa setiap manusia berdosa harus dihukum mati (Roma 6:23); namun Hukum KASIH Tuhan kini dapat berkata, “Anak Manusia memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Matius 20:28).

(Teologi Islam tidak berdaya menjawab pertanyaan, bagaimanakah Allah SWT itu dapat Maha-adil (yang harus menghukum), padahal Ia juga Mahakasih (yang akan mengampuni)? Dapatkah Allah mengampuni seseorang tanpa memperkosa hakekat diriNya yang Maha-adil?

Ketika Tuhan tidak menghukum karena KasihNya, Tuhan menjadi tidak Adil; dan ketika menghukum karena AdilNya, Tuhan menjadi tidak Kasih. Ketegangan (“Kontradiksi”) ini hanya mungkin direkonsiliasikan dalam kematian-kurban sebagai Penebus—Pembayar harga kematian—yang mempertemukan Keadilan Tuhan dengan Kasih Tuhan. Kini Ia tetap Mahaadil ketika mengampuni dalam KasihNya, karena Tuhan sendiri telah membayar harga Keadilan itu lewat kematian Al Masih, Kalimatullah yang diinkarnasikan ke dalam dunia!)

(c)Dan bila itu tebusan bagi sang anak, kenapa menebus (binatang) justru dianggap bernilai sangat ”agung-mulia” ketimbang yang ditebusnya (manusia)?
Tak ada jawaban selain 2 kemungkinan. Pertama, kalau kita rela dibohongi dengan pelbagai terjemahan/tafsiran yang tidak lurus. Kedua, kecuali si penebus itu adalah benar Sang Penebus! Itulah kematian-kurban yang sebesar-besar dahsyat, mulia, agung, perkasa, pemenang, seperti yang telah kita bicarakan di muka. Sebab seberapakah besar dan dahsyatnya korban kita jikalau itu hanya terbatas pada pemberian sedekah di hari raya? Korban semacam ini tidak mempunyai nilai-tebusan (atoning value), kecuali nilai sosial dan religi.
(Bersambung)

2 comments:

Anonymous said...

Sebagai muslim, saya sarankan anda mencari ilmu Islam pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan lalu dicantumkan nama sumbernya. Saya mohon, sebelum anda membuat perdebatan yang bisa membingungkan teman-teman yang sedang dan akan mempelajari dunia Islam sebaiknya anda dengan hati-hati mempublishkan tulisan seperti di atas. Dan jangan sekali2 menerjemahkan Al Quran secara sempit. Terima kasih

Anonymous said...

Yang tak pernah dimengerti umat islam: memang benar Yesus utusan Yahweh tapi Dia diutus dari keberadaanNya di surga. Yesus sudah ada sebelum dunia dijadikan, yang Awal dan Akhir. Jadi Yesus diutus ke dunia dan kembali lagi ke surga tempat dimana Dia berada sebelumnya. Alkitab mencatat dgn jelas bahwa Yesus datang dari surga turun ke dunia. Beda dgn nabi nabi lainnya (termasuk yang mengaku nabi), mereka utusan yang memang asalnya dari bumi dan belum kembali ke surga. Semoga bisa memahami perbedaannya...