Pages

Thursday, September 03, 2015

Mengapa Rumah Tangga Kristen Menghasilkan Pemberontak Rock and Roll?

Saya tumbuh besar di sebuah rumah tangga Kristen, tetapi menghabiskan banyak tahun hidup saya sebagai seorang “pemberontak rock and roll” sebelum Tuhan dengan penuh rahmat menyelamatkan saya (Kis. 11:18) pada tahun 1973, pada usia 23 tahun. Ketika kita memandang ke gereja-gereja sekeliling kita hari ini, bahkan gereja-gereja yang percaya Alkitab, kita melihat pola ini terulang banyak kali. Apa penyebabnya?

Tanggung Jawab Tiga Lapis
Alkitab mengajarkan bahwa ada tanggung jawab tiga lapis dalam membesarkan anak-anak Kristen.
Pertama, anak itu sendiri bertanggung jawab di hadapan Allah. “Anak-anakpun sudah dapat dikenal dari pada perbuatannya, apakah bersih dan jujur kelakuannya” (Amsal 20:11).

Walaupun orang tua dan gereja memiliki pengaruh yang dramatis dan besar terhadap orang-orang muda, tidak ada seorang pun yang akan dapat berdiri di hadapan Tuhan dan mengklaim bahwa dia tidak mengetahui kebenaran atau dapat menyalahkan orang lain untuk pemberontakannya. Yesus Kristus memberikan terang kepada setiap manusia (Yohanes 1:9). Kitab Roma menggambarkan tiga jenis terang: terang dari alam ciptaan (Roma 1:20), terang hati nurani (Roma 2:11-16), dan terang Kitab Suci (Roma 3:1-2). Ketika seseorang meresponi terang yang ia miliki, Allah memberikannya lebih banyak terang. Allah sendirilah yang menerangi manusia dan membimbing mereka kepada kebenaran, tetapi mereka harus merespon. Kitab Amsal menggambarkan hal ini:

“Berapa lama lagi, hai orang yang tak berpengalaman, kamu masih cinta kepada keadaanmu itu, pencemooh masih gemar kepada cemooh, dan orang bebal benci kepada pengetahuan? Berpalinglah kamu kepada teguranku! Sesungguhnya, aku hendak mencurahkan isi hatiku kepadamu dan memberitahukan perkataanku kepadamu. Oleh karena kamu menolak ketika aku memanggil, dan tidak ada orang yang menghiraukan ketika aku mengulurkan tanganku, bahkan, kamu mengabaikan nasihatku, dan tidak mau menerima teguranku, maka aku juga akan menertawakan celakamu; aku akan berolok-olok, apabila kedahsyatan datang ke atasmu, apabila kedahsyatan datang ke atasmu seperti badai, dan celaka melanda kamu seperti angin puyuh, apabila kesukaran dan kecemasan datang menimpa kamu. Pada waktu itu mereka akan berseru kepadaku, tetapi tidak akan kujawab, mereka akan bertekun mencari aku, tetapi tidak akan menemukan aku. Oleh karena mereka benci kepada pengetahuan dan tidak memilih takut akan TUHAN, tidak mau menerima nasihatku, tetapi menolak segala teguranku, maka mereka akan memakan buah perbuatan mereka, dan menjadi kenyang oleh rencana mereka. Sebab orang yang tak berpengalaman akan dibunuh oleh keengganannya, dan orang bebal akan dibinasakan oleh kelalaiannya. Tetapi siapa mendengarkan aku, ia akan tinggal dengan aman, terlindung dari pada kedahsyatan malapetaka” (Amsal 1:22-33)
Para pengejek tidak memiliki alasan, dan ini terutama benar bagi mereka yang tumbuh besar di keluarga Kristen. Mereka bisa membaca Alkitab dan mencari Allah untuk diri mereka sendiri. Mereka tidak bisa mempersalahkan pemberontakan mereka pada orang-orang Kristen yang mereka kenal, tidak peduli betapa munafik atau tidak alkitabiahnya orang-orang Kristen itu.

Kedua, orang tua memiliki tanggung jawab untuk membesarkan anak dengan cara yang benar. “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Amsal 22:6).
Ayat ini mengandung suatu janji bagi para orang tua yang membesarkan anak mereka dengan baik, walaupun jelas tidak dijanjikan bahwa anak-anak itu tidak bisa melalui pergumulan rohani. Sebuah buku manual kuno milik kelompok Waldensian mengandung nasihat bijaksana berikut ini:
“Instruksikan anakmu dalam takut akan Tuhan, dan dalam jalan-jalan hukum Allah, dan dalam iman. Jangan putus asa terhadap anakmu ketika ia tidak mau menerima perbaikan, atau jika dia tidak menjadi baik dengan cepat; karena pekerja tidak mengumpulkan hasil buah dari bumi segera setelah benih ditaburkan; tetapi dia mengikuti waktu yang tepat” (disiplin Waldensian, Jean Paul Perrin, History of the Ancient Christians Inhabiting the Alps, “History of the Old Albigenses,” Buku 3, Pasal 7, 1618).

Ketiga, gereja bertanggungjawab, sebagai tiang dan dasar kebenaran, untuk memuridkan baik orang tua maupun orang-orang muda dalam Kristus. “Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Timotius 3:15)
Amanat Agung diberikan kepada jemaat-jemaat, dan bagian dari perintah itu adalah sebagai berikut: “ dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20). Jadi, adalah tugas jemaat untuk mendidik baik orang tua, anak-anak, maupun pemuda-pemudi dalam tanggung jawab mereka di hadapan Kristus.

Hal-Hal Tertentu yang Menghasilkan Pemberontak
Bukanlah suatu kebetulan bahwa ada keluarga dan jemaat yang menghasilkan orang-orang muda yang saleh, dan ada juga yang tidak. Berikut ini adalah beberapa hal yang menghasilkan orang-orang muda yang memberontak:

1. Kekristenan yang Munafik
Tidak banyak hal di dunia ini yang lebih merusak dibandingkan kekristenan yang munafik. Kebanyakan pionir musik rock tumbuh besar dalam keluarga Kristen, tetapi mereka akhirnya menjadi pemberontak-pemberontak yang gigih. Salah satu alasannya adalah kemunafikan yang nyata dalam kehidupan orang tua mereka.

Ibu dari Elvis Presley, misalnya, adalah seseorang yang pergi ke gereja, tetapi dia tidak menjalani kehidupan Kristen. Bahkan, dia minum-minum sehingga akhirnya mati muda. Dia juga sangat percaya tahayul, walaupun Alkitab menolak hal ini sebagai suatu bentuk okultisme. Dia berdoa kepada seorang putranya yang sudah meninggal, yaitu kembaran Elvis yang mati saat lahir. Dia adalah seseorang yang bercabang pikiran dan suam-suma kuku, naik turun dalam kehidupan rohaninya, tidak setia pada gereja. Ayah Elvis bahkan adalah seorang yang lebih munafik lagi. Walaupun dia mengklaim sebagai orang Kristen dan terkadang datang ke gereja, dia adalah seorang peminum dan pemabuk dan hidup bagi dunia, daging, dan Iblis.

Orang tua Jerry Lee Lewis juga mengaku sebagai orang Kristen, tetapi rumah tangga mereka penuh dengan kedagingan, bukan kesalehan. Seorang penulis biografinya mengatakan bahwa kedua orang tuanya senantiasa bertengkar. Ayahnya adalah seorang peminum yang bahkan membuat dan menjual minuman keras ilegal.

Ayah Marvin Gaye adalah seorang pengkhotbah, tetapi kekristenannya sangatlah munafik. Dia jarang bekerja, banyak minum-minum, dan bahkan memakai terkadang memakai blouse, pakaian dalam, dan nylon milik istrinya. Dia kasar terhadap anak-anaknya, sering memukuli mereka tanpa alasan kuat. Marvin menggambarkan hidup dengan ayahnya sebagai “hidup dengan seorang raja yang sangat aneh, berubah-ubah, kejam, dan mahakuasa” (Rock Bottom, hal. 104).

Untuk melihat contoh yang lebih belakangan, Marilyn Manson (nama sebenarnya Brian Warner), tumbuh besar di sebuah rumah tangga Kristen. Ayahnya seorang anggota gereja Episkopal, dan dia dididik di sebuah sekolah Kristen interdenominasi. Untuk suatu waktu yang singkat, dia menghadiri gereja kharismatiknya Ernest Angely bersama dengan pacarnya. Dalam biografinya, dia ingat bahwa dia pernah ketakutan ketika berpikir bahwa dia bisa jadi ditemukan tidak selamat saat Kristus datang kembali. Dalam sebuah wawancara dengan MTV pada tahun 1997, dia mengatakan bahwa dia pernah mimpi buruk mengenai hal itu, tetapi dia tidak maju ketika undangan diberikan untuk diselamatkan. Sebaliknya, dia mengeraskan hatinya terhadap Kristus. Jika kita mempercayai kesaksiannya, rumah tangga Warner tidaklah saleh. Ibunya memanjakan dia, sementara ayahnya mengusulkan agar ia mengunjungi pelacur ketika dia remaja. “Untuk suatu masa tertentu, kedua orang tua saya terlibat dalam perlombaan adu teriak, karena ayah saya mencurigai ibu saya main gila dengan seorang mantan polisi” (Marilyn Manson, The Long Hard Road out of Hell, hal. 47).

Banyak contoh lain dapat diberikan. Orang-orang tua yang mengklaim sebagai Kristen dan yang pergi ke gereja tetapi tidak hidup bagi Kristus dalam kehidupan sehari-hari mereka, berada dalam bahaya akan menghasilkan pemberontak-pemberontak rock & roll. Banyak rumah tangga Kristen penuh dengan karya-karya daging, bukan buah Roh. Bukannya ada kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri, malah ada amarah, iri hati, pertengkaran, ketidaksabaran, kekotoran, keegoisan, kehendak sendiri, tidak mau mengerti, kekerasan hati, dan saling mau menjadi bos.

Banyak orang tua Kristen secara lahiriah menjalankan ibadah dengan cara pergi ke gereja dan melakukan berbagai hal sebagai rutinitas, tetapi cinta sejati mereka adalah pada hal-hal dunia ini, seperti sports, memancing, berburu, pekerjaan mereka, politik, fashion, program-program sensual Hollywood, dll. Anda bisa mengetahui apa yang sesungguhnya mereka cintai dengan memperhatikan bagaimana mereka menghasilkan waktu dan uang mereka. Anak-anak tahu apa yang orang tua mereka paling cintai, dan mereka biasanya akan mengikuti teladan itu. Jika orang tua sungguh-sungguh mengasihi Tuhan Yesus Kristus dan pelayananNya, anak-anak biasanya akan ikut seperti itu; tetapi jika mereka mengasihi hal-hal dunia ini, mereka biasanya mengikuti itu juga.
Banyak orang tua yang bertanya-tanya apa yang salah tentang anak-anak mereka, tidak perlu mencari jauh-jauh, melainkan pada kesuam-suaman mereka, hati mereka yang bercabang, keduniawian mereka, dan kemunafikan rohani mereka.

2. Ayah-Ayah yang Lemah
“Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Ef. 6:4).
Masalah lain yang sering muncul adalah ayah-ayah yang lemah. Entah mengapa, sepertinya lebih mudah bagi seorang lelaki untuk gagal menjadi ayah yang baik daripada sukses. Banyak lelaki dalam Alkitab yang mengasihi Allah dan melakukan banyak hal besar bagi Tuhan, tetapi gagal sebagai ayah. Kita bisa melihat ini dalam kehidupan banyak pemberontak rock & roll. Kita sudah menggambarkan kegagalan dari ayah Elvis Presley, Jerry Lee Lewis, dan Marvin Gaye. Banyak lain yang bisa kita singgung. Dalam biografinya yang salah judul itu, Marilyn Manson memberikan kesaksian ini tentang hubungannya dengan ayahnya:
“Simbolik mengenai cara dia [ayahnya] selalu memperlakukan saya, adalah bahwa dia tidak memperlakukan saya bagaimana. Dia tidak peduli dan tidak ada di tempat untuk bisa peduli. ...dia selalu bisa mencari alasan untuk marah pada saya. ...Kebanyakan masa kecil dan masa remaja saya habis dalam rasa takut terhadap dia. Dia selalu mengancam akan mengeluarkan saya dari rumah dan tidak pernah lupa mengingatkan saya bahwa saya tidak berharga dan tidak akan pernah menjadi apa-apa. Jadi, saya besar sebagai anak mami, dimanjakan oleh dia dan tidak berterima kasih untuk itu” (Marilyn Manson, The Long Hard Road out of Hell, hal. 46,47)
Salah satu kebutuhan besar untuk zaman kita ini adalah bagi ayah-ayah Kristen untuk menjadi lelaki sejati milik Allah dan berdedikasi kepada Yesus Kristus dan kepada keluarga dan gereja mereka.

3. Ibu yang Absen
Masalah besar lainnya di zaman kita ini adalah ibu-ibu yang absen. Alkitab dengan jelas menggambarkan tanggung jawab seorang ibu kepada anak-anak dan rumah tangganya. Mereka harus “mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang” (Tit. 2:4-5).
Gerakan feminis dalam 50 tahun terakhir ini telah mencoba untuk “membebaskan” wanita dari ikatan-ikatan Alkitab, dan hari ini sangatlah biasa bagi ibu untuk bekerja di luar rumah dan untuk menyerahkan pendidikan anak-anak mereka kepada baby sitter, keluarga yang lain, guru-guru, dll.
Kita paham bahwa ada ibu yang terpaksa bekerja karena situasi hidup yang tidak dapat mereka kendali, misalnya suami yang mati atau cacat, dan situasi-situasi lain. Tidak ada seorang pun yang mempersalahkan hal ini. Tetapi, yang patut dipertanyakan, adalah besarnya jumlah ibu-ibu Kristen yang memilih untuk bekerja di luar rumah daripada bersama dengan anak-anak mereka.

Ronald Williams adalah pendiri dan direktur dari Hephzibah House, sebuah rumah untuk anak-anak perempuan yang bermasalah. Selama bertahun-tahun, Hephzibah House telah berusaha untuk meluruskan anak-anak perempuan yang memberontak, yang besar di keluarga Kristen. Sdr. Williams telah mendengar kesaksian sedih dari ratusan orang tua yang kehilangan anak-anak mereka bagi dunia dan yang menyesal bahwa mereka tidak berpegang pada Alkitab secara lebih serius.
“[Seandainya bisa diulang], Menyadari waktu yang relatif singkat yang dimiliki seorang anak di rumah, mereka akan memberi penekanan pada pengajaran tentang ketaatan, penguasaan diri, tanggung jawab pribadi, dan pendidikan karakter. Mereka akan mengajar anak-anak mereka bagaimana bekerja, dan akan dengan tekun menggunakan tongkat dan teguran selama proses pendidikan anak. Mereka akan memilihkan teman bagi anak-anak mereka dan dengan teliti menjauhkan mereka dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik, baik dalam hal orang-orang muda lainnya maupuan aktivitas. Karena mereka mengasihi anak-anak mereka, mereka akan menghapuskan dari rumah mereka setiap set televisi. Mereka akan mengharuskan waktu renungan keluarga bersama, pembacaan Alkitab, dan kesetiaan ke gereja. Mereka tidak akan mengizinkan musik atau pakaian yang salah, ataupun membiarkan anak-anak mereka ikut serta dalam hal-hal duniawi lainnya yang sedang populer” (Ronald Williams, Working Mothers).
Lebih lanjut lagi, karena banyak hal-hal di atas membutuhkan orang tua yang full time, Sdr. Williams mengatakan bahwa banyak orang tua yang bersedih telah memberitahu dia, “KAMI SEHARUSNYA MEMPERTAHANKAN IBU DI RUMAH.”

4. Tidak Ada Atau Salah Disiplin
“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Amsal 22:6)
Salah satu bagian kegagalan lainnya yang dapat menghasilkan pemberontak rock & roll adalah tidak adanya disiplin anak atau disiplin anak yang salah. Berikut ini adalah beberapa hal esensial mengenai disiplin anak:

Disiplin harus dimulai sejak awal. “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya” (Amsal 13:24). Banyak orang tua tidak mendisiplin anak mereka ketika mereka masih muda. Mereka mencoba untuk berargumen dengan anak-anak, bukannya menggunakan tongkat untuk mengajar mereka ketaatan. Mereka menutup mata terhadap ketidaktaatan anak itu. Anak-anak yang tidak didisiplin adalah memalukan bagi orang tua mereka dan mengganggu bagi semua orang lain. Mereka tumbuh besar menjadi keras kepala, marah dan frustrasi terhadap diri sendiri, dan mereka tidak memahami ataupun memiliki takut akan Allah.
Disiplin haruslah saleh, artinya harus memiliki sifat-sifat seperti penuh belas kasih, sabar, tegas, dan konsisten. Amsal berbicara mengenai “tongkat didikan,” bukan tongkat amarah. Disiplin yang tidak konsisten dan kasar akan membuat anak frustrasi dan membuat mereka memberontak terhadap otoritas.

Disiplin harus diberikan dalam kesatuan antara ayah dan ibu. “Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai TEMAN PEWARIS dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang” (1 Petrus 3:17). Anak-anak dengan cepat dapat merasakan adanya perpecahan antara kedua orang tua mereka dan akan mencoba untuk memakai yang satu untuk melawan yang lain, guna mendapatkan apa yang mereka inginkan. Adalah krusial bahwa kedua orang tua satu pikiran dalam membesarkan anak-anak mereka, dan bahwa mereka menyelesaikan perbedaan secara pribadi.

Disiplin tidak boleh melemah dalam tahun-tahun remaja. Bahkan, orang tua harus memiliki hubungan yang lebih dekat dengan anak-anak mereka ketika mereka masuk usia remaja. Tetapi adalah hal yang umum terjadi, bahwa orang tua mundur dan memberikan remaja-remaja mereka kebebasan seperti orang dewasa yang tidak diawasi. Banyak remaja hari ini memiliki mobil mereka sendiri, televisi, komputer, handphone, akses internet, dll., tanpa pengawasan atau pengarahan yang memadai. Orang-orang tua yang tidak mengawasi anak-anaknya dalam masa yang sangat penting ini, tidak perlu heran jika anak-anak mereka jatuh kepada godaan dunia, daging, atau Iblis.
“Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya” (Amsal 29:15).
“Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. 16 Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. 17 Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya” (1 Yoh. 2:15-17).

5. Asosiasi yang Tidak Kudus
Alasan lain terjadinya kegagalan dalam rumah tangga Kristen adalah mengizinkan anak-anak untuk membentuk asosiasi-asosiasi yang tidak baik.
“Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik” (1 Kor. 15:33).
“Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang” (Amsal 13:20).
“Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni” (2 Tim. 2:22).
“Adapun raja Salomo mencintai banyak perempuan asing. Di samping anak Firaun ia mencintai perempuan-perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon dan Het, padahal tentang bangsa-bangsa itu TUHAN telah berfirman kepada orang Israel: "JANGANLAH KAMU BERGAUL DENGAN MEREKA DAN MEREKAPUN JANGANLAH BERGAUL DENGAN KAMU, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka." Hati Salomo telah terpaut kepada mereka dengan cinta. Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu menarik hatinya dari pada TUHAN. Sebab pada waktu Salomo sudah tua, ISTERI-ISTERINYA ITU MENCONDONGKAN HATINYA KEPADA ALLAH-ALLAH LAIN, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN, Allahnya, seperti Daud, ayahnya” (1 Raj. 11:1-4)

Melihat kembali kepada kehidupan saya sendiri, saya menjadi yakin bahwa salah satu alasan utama pemberontakan saya adalah sekolah umum dan berbagai hubungan tidak saleh yang saya bangun di sekolah itu. Saya menghabiskan jauh lebih banyak waktu dalam lingkungan duniawi tersebut setiap minggu daripada di gereja. Saya mendapatkan teman-teman duniawi dan mengembangkan cita rasa bagi hal-hal duniawi.
Dr. Keith Wanser, seorang ilmuwan fisika di Kalifornia, tumbuh besar di gereja yang percaya Alkitab, tetapi kehilangan iman dan moralnya di universitas sekuler. Kisah yang menyedihkan ini telah terulang begitu banyak kali.
Bukan hanya sekolah negeri, ataupun universitas-universitas sekuler yang berbahaya. Banyak sekolah Kristen pun hanya “kristen” namanya saja, dan hampir sama duniawinya dengan berbagai institusi negeri. Ketika memilih sekolah, orang tua harus memikirkan, pengaruh apa yang akan bekerja pada anak-anak mereka di lingkungan itu.
Sering terjadi juga bahwa hubungan yang duniawi dibangun oleh orang muda di gereja bahkan. Orang tua harus berjaga terhadap hal ini. Jika mereka menemukan bahwa mereka ada di gereja, yang kebanyakan remaja pemudanya duniawi, dan mereka melihat bahwa anak-anak mereka bergerak ke arah dunia, maka sangat penting untuk pergi sebelum terlambat. “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik” (1 Kor. 15:33).

Meninggalkan sebuah gereja tidaklah mudah, tetapi lebih baik demikian daripada kehilangan seorang anak kepada dunia ini. Saya mengingat suatu keluarga yang terpaksa melakukan hal ini beberapa tahun lalu. Mereka mendidik anak mereka secara homeschool dan terpisah dari dunia dalam kehidupan keluarga mereka, tetapi berbagai pertemanan yang dibangun oleh anak-anak mereka di gereja, ternyata justru merusak separasi ini. Gereja tersebut memiliki reputasi berpegang pada standar yang saleh, tetapi pada prakteknya tidak demikian. Penanggung jawab remajanya duniawi, sehingga ini akhirnya berdampak kepada kelompok remaja pemuda. Ada beberapa orang tua yang mendekati gembala sidang dengan masalah ini, tetapi gembalanya menutup mata. Karena tidak ada gereja yang baik dekat sana untuk mendukung praktek berkeluarga mereka yang saleh, keluarga tersebut terpaksa pindah rumah.

Jika suatu gereja atau sekolah secara konsisten menghasilkan anak-anak muda yang duniawi, maka ada yang salah. Banyak pemimpin gereja dan sekolah mempersalahkan orang tua untuk semua kegagalan, sementara berbangga jika ada yang sukses. Seorang pemimpin pemuda remaja di sebuah gereja memberitahu istri saya bahwa dia tidak bertanggung jawab atas bagaimana orang-orang muda tumbuh, bahwa hanya orang tua yang bertanggungjawab. Tetapi ini tidak masuk akal. Jika hanya orang tua yang bertanggungjawab, mengapa Tuhan mendirikan jemaat? Dan mengapa jemaat memiliki program untuk orang-orang muda? Nonsense untuk mengatakan bahwa suatu jemaat atau suatu sekolah Kristen tidak punya tanggung jawab bagaimana anak-anak muda mereka akhirnya nanti. Orang tua punya tanggung jawab, dan memang tanggung jawab terbesar, tetapi gereja dan sekolah juga punya tanggung jawab. Semua orang yang bersentuhan dengan orang muda memiliki tanggung jawab tertentu di hadapan Allah atas pengaruhnya.

6. Gereja yang Salah
Salah satu faktor lain yang jamak terjadi dalam kegagalan pendidikan anak adalah gereja yang salah. Tidak cukup bagi orang tua untuk menyelamatkan anak mereka dari dunia dengan cara membawa anak-anak ke gereja. Gereja itu haruslah gereja yang benar. Walaupun kebanyakan pionir gerakan rock & roll dibawa ke gereja, gereja-gereja itu bukanlah gereja-gereja yang alkitabiah, kebanyakannya.

Misalnya, banyak yang pergi ke gereja aliran Pantekosta, yang mengajarkan bahwa seseorang bisa selamat lalu terhilang jika jatuh dalam dosa, lalu selamat lagi, lalu terhilang lagi, dan seterusnya. Ini menghasilkan kekacauan dalam hidup Kristiani, karena individu tidak tahu pasti hubungan dia dengan Allah. Dia tidak paham perbedaan antara posisinya yang kekal dalam Kristus dan prakteknya dalam dunia ini. Ketika dia jatuh dalam dosa, Iblis bisa menipu dia bahwa Allah tidak mengasihi dia dan sebaiknya dia berpaling kepada dunia.

Doktrin yang palsu bukanlah satu-satunya masalah dalam jemaat yang dapat merusak anak-anak. Ada juga hal-hal seperti tidak adanya standar saleh bagi kepemimpinan dalam jemaat, tidak adanya separasi dari dunia, kurangnya semangat dan visi rohani, dapat menciptakan suasana gereja yang menghasilkan kumpulan remaja yang bangkrut rohani.

Dengan pengecualian tertentu, secara normatif orang-orang muda yang saleh adalah produk dari rumah tangga yang takut akan Tuhan, bekerja dalam harmoni dengan gereja-gereja yang takut akan Tuhan. Jika gereja tidak mendukung standar alkitabiah yang dalam rumah, maka rumah tangga dilemahkan. Kedua institusi ini harus bekerja sama. Rumah tangga yang saleh bisa dilemahkan oleh gereja yang duniawi, dan begitu juga sebaliknya.

Bagaimana gereja bisa melemahkan rumah tangga:
Pemimpin-pemimpin dan pengerja-pengerja yang tidak berkualifikasi, tidak rohani. Bahkan suatu rumah yang takut Tuhan dan semangat untuk Tuhan bisa dilemahkan oleh gereja yang memiliki pemimpin-pemimpin dan guru-guru yang duniawi. Para gembala, para guru sekolah minggu, para pengerja remaja, akan mempengaruhi anak-anak muda, entah kepada hal-hal ilahi, atau hal-hal duniawi. Jadi, adalah esensial bahwa gereja-gereja memiliki standar yang tinggi untuk para pengerja mereka. Jika orang-orang terbukti duniawi, dan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk memimpin orang-orang muda ke jalan yang takut akan Allah, mereka tidak boleh dibiarkan mengajar atau mendidik anak-anak muda dan remaja. Saya tahu ada banyak gereja, yang para gurunya dan para pengerja remajanya sangat duniawi, dan bahkan anak-anak mereka sendiri terhilang bagi dunia, tetapi gereja menempatkan mereka di posisi yang dapat mempengaruhi anak-anak orang lain. Ini akan melemahkan rumah tangga.

Program remaja yang hanya berdasarkan hora-hore, orientasi entertainment, bukan pemuridan rohani. Sebuah gereja yang memiliki program remaja berorientasi entertainment, akan melemahkan kondisi rohani dan semangat orang-orang muda dari keluarga yang takut akan Tuhan.

Khotbah-khotbah yang mati dan kebaktian yang ritualistik yang tidak memiliki kuasa dan berkat Allah. Banyak kebaktian di kalangan gereja Baptis sekalipun hari ini, yang tidak memiliki sama sekali kuasa dan bimbingan Roh Kudus. Semuanya adalah ritual. Nyanyinya bagakan ritual. Tidak ada ada seorangpun, termasuk pemimpin nyanyi, yang serius memikirkan kata-kata dari lagu-lagu tersebut. Khotbahnya tidak hidup dan membosankan. Suatu gereja yang memiliki khotbah yang membosankan dan kebaktian yang ritualistik akan menghasilkan kemunafikan dan mati rohani.

Dengan mengizinkan hubungan laki-laki dan perempuan yang tidak pantas. Tidak banyak hal yang menghancurkan panggilan Tuhan dalam hidup orang-orang muda, lebih daripada pacaran yang tidak pantas dan akhirnya pernikahan yang di luar kehendak Allah. Mengapakah begitu esensial bahwa hubungan lelaki-perempuan disupervisi dengan baik oleh orang tua maupun gereja? Karena dengan demikian orang-orang muda akan menikah dalam kehendak Allah, keluarga-keluarga Kristen yang kuat akan terbentuk, dan pekerjaan Allah akan terlaksana di dunia yang membutuhkan ini.

Kesimpulan
1. Menjadi orang tua adalah tanggung jawab yang sulit dan serius, tetapi orang tua yang melayani Tuhan janganlah berkecil hati. Kasih karunia dan belas kasihan Allah adalah cukup untuk menutupi kelemahan dan kegagalan kita.
“Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! "TUHAN adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya. TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN” (Rat. 3:22-26).

2. Setiap masalah dapat diatasi jika dihadapi bersama Tuhan. Paulus bersaksi, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” Yang tidak dapat ditolong adalah ketidakpedulian dan kesembronoan. Berikut ini beberapa tips bagi orang tua yang bergumul dengan anak mereka:

Dedikasikan lagi dirimu kepada tugas ini. Hentikan aktivitas yang sia-sia, habiskan waktumu dengan hal-hal yang bernilai kekal.

Belajar untuk mendapatkan hikmat demi tugas membesarkan anak-anakmu bagi Tuhan. Kitab Amsal dan Efesus adalah permulaan yang baik. Kebanyakan buku yang tersedia hari ini penuh dengan psikologi manusia dan penekanan pada harga diri. Hati-hati. Ada buku-buku Kristen yang baik.
Ikuti contoh yang saleh dan dapatkan nasihat yang baik (Amsal 12:15; 15:22; 19:20; 20:18; 24:6). Minta pertolongan dari gembala yang bijak dan dari orang-orang Kristen lainnya.

Dekatkan diri pada pasangan pernikahanmu. Menjadi orang tua yang sukses juga memerlukan kesatuan antara suami dan istri. Suami perlu berkomunikasi dengan dan mendengarkan istri mereka, yang biasanya lebih lihai dalam hal anak-anak daripada laki-laki.

Berbagai bebanmu dengan partner doa. “Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga” (Mat. 18:19). “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya” (Yak. 5:16).

Oleh Dr. David Cloud,  diterjemahkan: Dr. Steven Liauw

No comments:

Post a Comment