Pages

Monday, April 20, 2015

Alkitab Mendukung Hukuman Mati

Sejak akhir 2014 bangsa Indonesia mengejutkan dunia dengan hukuman mati terhadap sejumlah narapidana narkoba. Sesuai dengan rencana yang diumumkan oleh pihak Kejaksaan, pada bulan Maret akan dihukum mati lagi belasan napi (narapidana) yang telah ditolak grasinya oleh presiden.
Dunia terhenyak oleh keberanian Indonesia menjatuhkan hukuman mati. Sebagian negara bukan hanya terkejut melainkan sampai menarik duta besaruntuk menyatakan protes mereka terhadap tindakan Indonesia. Sikap sejumlah negara, terutama Eropa disebabkan karena di Negara mereka hukuman mati telah dihapuskan. Mereka melihat penghukuman mati sebagai pelanggaran hak asasi manusia, yaitu hak hidup. Ada juga Negara yang menghentikan hukuman mati karena pernah terjadi pengadilan mereka menjatuhkan hukuman mati secara keliru. Ketika si napi telah terhukum mati kemudian ternyata bukan dia yang bersalah. Tindakan pelaksanaan hukuman mati yang salah tidak bias dianulir karena si penderita keputusan salah telah mati.
Hukuman Mati Pertama Dalam Alkitab
Seharusnya Kain dihukum mati karena dia membunuh Habel. Itu hukuman yang setimpal. Tetapi saat itu Allah belum mengumumkan tentang hukuman mati atas manusia yang membunuh manusia lain, maka Kain tidak dihukum mati. Pada zaman Nuh manusia sedemikian jahat sehingga Allah memutuskan untuk memusnahkan manusia. Pemusnahan manusia itu sesungguhnya adalah hukuman mati secara massal. Orang dewasa yang sudah akil-balik telah melakukan dosa yang setimpal dengan hukuman mati. Itulah sebabnya mereka semua dijatuhi hukuman mati.
Lalu mengapakah Allah membunuh semua mereka termasuk bayi? Kalau semua orang dewasa dihukum mati, lalu siapakah yang mengasuh bayi atau anak-anak mereka yang belum akil balik? Bukankah lebih baik kalau mereka dibawa ke Sorga? Itulah sebabnya theologi yang alkitabiah menyimpulkan bahwa bayi atau anak yang belum akil balik kalau meninggal pasti akan masuk Sorga. Mereka belum berbuat dosa atas kesadaran diri mereka. Mereka hanya berposisi sebagai orang berdosa karena mereka keturunan Adam yang adalah orang berdosa. Posisi mereka sebagai orang berdosa karena Adam, akan diselesaikan oleh Yesus Kristus empat ribuan tahun nanti di Golgota (Rom. 5:18-19). Jadi, Tuhan menghukum mati semua orang dewasa sezaman Nuh karena dosa mereka sudah sangat besar dan sudah pantas menerima hukuman mati (capital punishment). Lalu Tuhan menyelamatkan Nuh sekeluarga karena mereka adalah orang benar dan percaya kepadaNya, dan percaya kepada janjiNya. Nuh sekeluarga adalah sisa orang benar yang percaya bahwa Allah akan kirim Juruselamat untuk menggantikan mereka dihukumkan.
Hukuman Mati Atas Pembunuh Diumumkan
Setelah air bah surut, Nuh sekeluarga keluar dari bahtera, Allah umumkan hukuman terhadap penumpah darah.
Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambarNya. (Kej. 9:6).
Ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa Allah memerintahkan agar orang yang membunuh manusia agar dibunuh manusia lain. Hukuman terhadap pembunuh manusia ialah dibunuh oleh manusia lain. Tuhan mendirikan pemerintahan manusia (human goverment). Sesungguhnya hukuman mati bagi pembunuh manusia adalah hukuman yang setimpal, dan dilaksanakan oleh negara bukan pribadi. Selain setimpal, alasan hukuman mati juga dikatakan karena manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan peta Allah. Apakah maksud pernyataan ini? Manusia adalah gambar Allah, foto Allah. Jika seseorang menginjak-injak foto Presiden maka itu adalah wujud penghinaan terhadap Presiden, apalagi membakar foto Presiden. Karena manusia itu foto Allah, maka menyerang terhadap manusia, atau membunuh manusia itu sama dengan menyerang Allah. Manusia yang melakukan tindakan negatif terhadap manusia lain sama dengan melakukan hal negatif terhadap Allah. Dan alasan membunuh binatang tidak dilarang Allah karena binatang tidak diciptakan sesuai dengan gambar Allah.
Hukuman Mati Sebelum Hukum Taurat
Selain pembunuh, kelihatannya Allah juga menerapkan hukuman mati bagi orang yang mengambil istri sesamanya. Ketika Abimelekh mencoba mengambil Sarah, istri Abraham, Allah mengancamnya dengan hukuman mati.
Mengambil istri orang rupanya adalah sebuah kejahatan besar, yang oleh Allah sendiri pelakunya diancam hukuman mati.
Hukuman Mati Zaman Hukum Taurat
Ketika Tuhan menurunkan hukum Taurat, ditetapkannya sejumlah ancaman hukuman mati bagi pelanggaran yang sangat khusus. Atas permasalahan hukuman mati yang diperintahkan dalam hukum Taurat akan dibahas dalam artikel tersendiri.
Dengan diterapkannya hukuman mati dalam Taurat membuktikan bahwa pada saat sebuah pemerintahan dipegang langsung oleh Allah, hukuman mati dilaksanakan.
Menghargai Hak Asasi Manusia Atau Melanggar?
Rupanya sejak masa yang sangat awal Tuhan sudah menerapkan hukuman mati. Bukankah saat itu manusia belum banyak? Apakah karena pada masa itu belum ada LSM (Lembaga Sumber daya Manusia) yang memperjuangkan hak asasi manusia?
Pertama, kita dapatkan bahwa tidak semua kesalahan dihukum dengan hukuman mati. Tentu merampok, mencuri, apalagi berbohong tidak dihukum mati. Tetapi ada kejahatan-kejahatan tertentu yang Tuhan katakan bahwa orang yang melakukannya harus dihukum mati.
Dari segi keadilan sesungguhnya hukuman mati diterapkan kepada orang yang telah membunuh orang lain. Kita sudah baca pengumuman hukuman mati pertama adalah atas orang yang telah menumpahkan darah orang lain. Seseorang yang telah dengan sengaja melenyapkan orang lain dari muka bumi, terhadap orang yang berbuat demikian Allah mau supaya ia juga dilenyapkan.
Sesungguhnya orang lain tidak berhak berkomentar tentang hukuman terhadap seorang pembunuh selain orang yang dibunuh. Jika orang yang terbunuh masih bisa ditanya, maka ia pasti menghendaki orang yang membunuhnya juga dibunuh seperti dirinya. Atau pihak yang menanggung akibat tak langsung dari orang yang terbunuh misalnya istrinya atau anak-anaknya atau orang tuanya, semua pasti menghendaki si pembunuh dihukum mati. Tetapi biasanya pembuat hukum yang justru tidak menjadi korban pembunuhan baik langsung maupun tidak langsung, yang menetapkan hukuman atas pelaku pembunuhan. Tentu mereka tidak dapat merasakan kepedihan dan penderitaan panjang dari para korban. Dan mereka inilah yang sok pintar, sok kasih bahkan sok lebih baik dari Allah, menetapkan hukuman ringan atas seorang pembunuh.
Adilkah, misalnya seorang pemuda berumur dua puluh tahun karena iri atau cemburu lalu membunuh temannya yang berumur dua puluh tahun, dihukum hanya dengan penjara 20 tahun? Pembuat hukum telah bertindak sok pintar, sok kasih sehingga membuat hukum yang hanya mengancam si pembunuh dengan penjara 20 tahun. Si pembunuh akan keluar dari penjara pada umur tiga puluh sekian tahun karena mendapat remisi di berbagai hari raya. Sementara itu korban sudah tidak bersama keluarganya selama hidup mereka. Orang tuanya, saudara-saudarinya menderita sedih sepanjang sisa umur mereka.
Dari aspek keadilan, seorang pembunuh berencana dan sengaja patut dihukum mati. Semua pihak yang mengasihi sang korban akan puas dan lega karena seorang pembunuh orang yang mereka kasihi telah dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Selanjutnya pihak lain yang mengasihi si pembunuh yang dihukum mati tidak patut menyayangkan hukuman mati itu melainkan menyayangkan tindakan si pembunuh yang telah membunuh temannya.
Sering kali dalam kehidupan manusia pada saat seseorang melakukan sebuah tindakan ia tidak berpikir panjang, tetapi setelah tindakannya yang fatal dilaksanakan dan ia diproses hukum atau setelah sekian lama meringkuk di tahanan, baru dia menyesal. Jika kesalahannya adalah mencuri tentu barang yang dicurinya bisa dikembalikan, tetapi bagaimana ia mengembalikan nyawa orang?
Sekalipun seorang pembunuh di hukum mati, semua orang tahu bahwa itu tidak akan mengembalikan nyawa korbannya. Oleh sebab itu hukuman mati sesungguhnya hanya sebuah penghiburan kecil bagi keluarga korban, dan peringatan bagi orang lain.
Sikap Menghargai Nyawa manusia
Hal yang lebih utama dari masalah hukuman mati ialah sikap menghargai hak hidup manusia. Semua manusia tahu bahwa nyawa manusia itu sedemikian berharga karena manusia hanya hidup satu kali, dan sesudah itu akan menghadap pengadilan Allah. Hal yang paling berharga bagi manusia di muka bumi ini ialah nyawanya. Kata Tuhan apakah untungnya bagi seorang manusia untuk memperoleh materi seisi dunia jika ia kehilangan nyawanya?
Adakah seorang manusia yang rela menukarkan sesuatu dengan nyawanya? Adakah manusia yang rela menukar nyawanya dengan hukuman penjara dua atau tiga puluhan tahun? Apakah pembuat hukum rela menukarkan nyawanya dengan hukuman penjara empat puluh tahun?
Oleh sebab itu jika seseorang sudah merampas nyawa orang lain, adakah sesuatu yang bisa diberikannya sebagai ganti nyawa yang dirampasnya? Kalau seseorang telah merampas barang yang paling berharga dari seseorang, bukankah ia harus membayarnya dengan barangnya yang paling berharga juga?
Hukuman mati atas pembunuh diumumkan Allah sesaat setelah Nuh keluar dari bahteranya, adalah bentuk penghargaan tertinggi atas nyawa hidup manusia. Jika pembuat hukum mengancamkan hukuman ringan kepada pembunuh manusia sesungguhnya itu sebuah sikap tidak menghargai nyawa hidup manusia. Saya merasa sangat heran atas nalar terbalik para penentang hukuman mati. Mereka berargumentasi bahwa demi menghargai hak hidup manusia maka tidak boleh ada hukuman mati. Tanpa mereka sadari sesungguhnya sikap mereka adalah menghargai hak hidup seorang pembunuh dan tidak menghargai hak hidup orang yang sudah dibunuh. Jadi, sambil para pembunuh tidak peduli pada hak hidup orang lain, mereka mendapatkan pembelaan dari orangorang yang otaknya agak “korsleting”.
Apa yang Tuhan sampaikan tentang hukuman mati adalah sangat tepat. Allah mengajak manusia untuk menghargai hak hidup manusia dengan cara mengancamkan hukuman yang paling berat terhadap pencabut nyawa manusia, yaitu nyawanya harus dicabut juga.
Menimbulkan Ketakutan Mencabut Nyawa Orang
Karena ancaman hukuman bagi pencabut nyawa adalah akan dicabutnya nyawanya juga, maka siapapun yang berkeinginan untuk mencabut nyawa orang harus berpikir berkali-kali. Ia harus selalu ingat akan ancaman hukuman mati bagi pencabut nyawa.
Pelaksanaan hukuman mati atas pencabut nyawa seharusnya bukan tersembunyi, melainkan disaksikan. Anas Urbaningrum memunculkan ide untuk menggantungnya di Monas. Pelaksanaan hukuman mati yang baru-baru ini dilaksanakan Indonesia adalah secara tersembunyi di pulau Nusa Kambangan dan tanpa sorotan televisi.
Dengan pelaksanaan hukuman mati yang tersembunyi sebenarnya efek menakutkannya menjadi berkurang. Padahal salah satu tujuan dari semua jenis penghukuman yang dilaksanakan oleh negara ialah agar masyarakat menjadi takut untuk melakukan perbuatan yang sama. Kalau pelaksanaan hukuman mati dilakukan di Monas, atau di suatu tempat umum, misalnya dengan digantung, dan mayatnya dibiarkan seharian sampai sore seperti zaman Romawi, maka pasti akan menimbulkan rasa takut, bahkan trauma di masyarakat.
Penentang hukuman mati biasanya berargumentasi bahwa hukuman mati tidak membuat jera dan bukti yang mereka tunjuk ialah masih banyaknya orang melakukan kejahatan yang sama dengan si terhukum mati. Sebenarnya argumentasi demikian tidak valid karena di negara yang melarang hukuman mati kejahatan lebih tinggi. Penentang hukuman mati tidak memiliki data bandingan kalau hukuman mati diterapkan dengan tanpa hukuman mati. Sedangkan pendukung hukuman mati berargumentasi bahwa diterapkan hukuman mati saja manusia masih melakukan apalagi kalau tanpa hukuman mati pasti manusia akan lebih berani melakukan yang lebih jahat lagi.
Alkitab Mendukung Hukuman Mati
Siapapun yang membaca Alkitab tahu bahwa Alkitab mendukung hukuman mati. Fakta ini tidak bisa disangkal sama sekali. Perbedaannya hanyalah ada pihak yang sangat percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya firman Allah yang tidak ada salah dan ada pihak yang percaya bahwa Alkitab adalah sekedar catatan sejarah yang bisa salah, ada salah, bahkan banyak salah.
Para pemimpin denomisasi pasti tahu bahwa kelompok Kristen Fundamental percaya Alkitab tidak ada salah, kelompok Liberal percaya Alkitab sekedar catatan sejarah yang banyak salah sedangkan kelompok Injili percaya Alkitab ada salah. Sudah pasti sikap terhadap Alkitab ini mempengaruhi penafsiran, sikap hidup bahkan tindak-tanduk kehidupan sehari-hari.
Kelompok Liberal percaya Alkitab sekedar catatan sejarah, dan tidak ada pengilhaman, sehingga dalam banyak hal mereka merasa mereka jauh lebih tahu dari penulis Alkitab. Sedangkan kelompok Injili memilih-milih bagian yang disukai untuk dipegang dan ditaati.
Karena Eropa penuh dengan Kristen kelompok Liberal, maka pembaca bisa maklum jika mereka memandang Alkitab sekedar catatan sejarah dan tentu membawa efek terhadap keputusan dan tindak-tanduk mereka. Pemimpin Eropa bahkan pemimpin gereja menganggap mereka jauh lebih pintar dari penulis Alkitab yang tentu bagi mereka sang penulis tidak mendapat ilham dalam penulisan Alkitab. Sehubungan dengan topik hukuman mati (capital punishment), Eropa adalah yang paling menentang dan mereka berkata bahwa hukuman mati kurang manusiawi. Sedangkan di USA situasinya bervariasi, sejumlah negara bagian yang banyak gereja Katolik dan Liberal (pembaptis bayi), mengikuti tingkah-laku Eropa, sedangkan kantong Kristen Fundamental yang terdiri dari Baptis tradisional menyetujui dan tetap mempertahankan hukuman mati.
Jadi, pembaca yang berhikmat, banyak orang heran atas sikap negara-negara Kristen yang menolak penerapan hukuman mati. Mereka berpikir karena sebagian negara Kristen menentang hukuman mati maka kemungkinan Alkitab melarang hukuman mati. Padahal jika Alkitab betul-betul dibaca dan ditelusuri maka pasti akan mendapatkan bahwa Alkitab mendukung hukuman mati.
Argumentasi pemimpin Eropa bahwa hukuman mati tidak manusiawi, melanggar HAM, itu sesungguhnya adalah nalar terbalik. Seharusnya, karena kita sangat manusiawi maka siapapun yang menjahati manusia lain pada tingkat sampai mencabut nyawa orang, harus diterapkan kepadanya hukuman terberat, yaitu hukumaan mati. Penerapan hukuman mati itu justru karena kita sangat amat menghargai hak asasi manusia. Dan itulah alasan Allah memerintahkan hukuman mati setelah air bah.
Mengenai terjadinya kesalahan pelaksanaan hukuman mati itu bukan masalah hukuman matinya melainkan perangkat hukumnya. Polisi yang salah menangkap orang, jaksa yang asal tuntut dan hakim yang tidak cermat adalah faktor yang harus diperbaiki. Adanya orang dihukum mati secara keliru sepenuhnya adalah masalah kecermatan penegakan hukum.
Intinya, Alkitab mendukung hukuman mati, orang Kristen alkitabiah harus mendukung hukuman mati. Bahkan sekalipun di masa silam orang Kristen alkitabiah telah banyak dihukum mati secara salah, kita tetap mendukung hukuman mati. Kesalahan penerapan hukuman mati masa lalu Eropa adalah karena mereka salah memahami Alkitab. Mereka tidak berhasil melihat perubahan ibadah simbolik lahiriah ritualistik ke ibadah hakekat rohaniah. Mereka tidak berhasil melihat masalah ibadah sejak Yohanes Pembaptis adalah masalah hati bukan lagi masalah upacara ritual. Masalah agama atau iman itu tidak bisa dipaksakan, itu adalah kemerdekaan dan kebebasan hati nurani manusia.
Orang Kristen alkitabiah adalah manusia pencinta ketertiban masyarakat. Masyarakat akan bisa tertib kalau manusianya tidak berani melakukan kejahatan. Dan manusia akan takut melakukan kejahatan jika ia selalu ingat bahwa setiap kejahatan akan dihukum LEBIH BERAT dari perbuatan jahat itu sendiri oleh negara. Bahkan kalau dia lolos dari hukuman negara karena aparatnya rusak, pun tidak mungkin lolos dari hukuman Allah.***

No comments:

Post a Comment