JOHN HAGEE DAN CHRISTIANS UNITED FOR ISRAEL MENOLAK MENOBATKAN ORANG YAHUDI
John Hagee, pendiri dari organisasi Christians United for Israel, menolak usaha-usaha untuk menobatkan orang-orang Yahudi. Ia mengatakan, "Aturan pertama yang dipegang oleh Christians United for Israel adalah bahwa tidak akan ada penginjilan dalam acara-acara kami. CUFI eksis hanya untuk menghormati dan mendukung umat Yahudi, tidak pernah untuk menobatkan mereka" (Hagee, "Why Christian Zionists Really Support Israel," 13 Mei 2010). Ini bukanlah tujuan Rasul Paulus 2000 tahun yang lalu. Ia tidak takut mempersalahkan Israel tentang pemberontakannya yang tegar tengkuk terhadap Allah dan juga penolakannya terhadap Mesias, dan dia jelas tidak ragu-ragu untuk menobatkan orang-orang Yahudi sebangsanya bagi Yesus. "....Paulus dengan sepenuhnya dapat memberitakan firman, di mana ia memberi kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesias" (Kis. 18:5-6). Kita simpati dan tidak membenci Israel, sesuai dengan Kejadian 12:3, tetapi itu tidak berarti mengabaikan dosa-dosanya dan keperluannya akan keselamatan. Sungguh, cara terbaik untuk memberkati Israel adalah dengan memberitakan kepadanya Injil yang mulia.
EDITOR: Dengan berita tentang penyerbuan Israel ke kapal Turki baru-baru ini, semangat membenci Israel kembali dikobarkan. Hal ini membuktikan bahwa nubuat Alkitab tidak pernah meleset. Alkitab telah menubuatkan jauh-jauh hari, bahwa pada akhir zaman Israel akan dibenci, dan bahkan akan diserang seluruh dunia. "Sesungguhnya Aku membuat Yerusalem menjadi pasu yang menyebabkan segala bangsa di sekeliling menjadi pening; juga Yehuda akan mengalami kesusahan ketika Yerusalem dikepung. Maka pada waktu itu Aku akan membuat Yerusalem menjadi batu untuk diangkat bagi segala bangsa. Siapa yang mengangkatnya pastilah mendapat luka parah. Segala bangsa di bumi akan berkumpul melawannya" (Zak. 12:2-3). Alkitab juga menubuatkan bahwa akan ada gereja sesat di akhir zaman, yang merupakan gabungan semua aliran yang ada (ekumene). Sebagai orang Kristen yang cinta Alkitab, kita tidak membenci Israel, tetapi menghendaki pertobatan mereka. Hati-hatilah, penggenapan nubuat sedang terjadi di depan mata kita, apakah anda siap?
KEHENINGAN YANG SERAM
Keheningan yang Seram adalah judul dari buku Paul Davies yang baru, yang merangkum hasil 50 tahun pertama dari program SETI (Search for Extraterrestrial Intelligence / Pencarian Intelijensi Luar Bumi). Lebih dari $130 juta telah dihabiskan untuk meneropong dan memindai alam semesta ini untuk mencari kehidupan di luar bumi, tetapi hasilnya adalah "keheningan yang seram." Disebut seram karena SETI didasarkan kepada asumsi evolusi bahwa kehidupan seharusnya berevolusi juga di planet-planet lain. Masalah ini dikenal dengan sebutan "Paradoks Fermi." Pada tahun 1950, Enrico Fermi, seorang ilmuwan atom, mendiskusikan masalah mengapa bukti-bukti adanya banyak kebudayaan lain di luar bumi yang maju tidak ditemukan. Ia bertanya, "Di manakah semua orang?" Jawabannya sudah ada dalam Alkitab sejak dulu, dan Kitab tersebut akurat dalam semua hal ilmiah yang terkandung dalamnya. Sementara tidak ada bukti yang dapat diobservasi yang mendukung evolusi Darwin, justru hanya ada bukti-bukti yang dapat diobservasi yang mendukung Alkitab. Prediksi-prediksi sederhana berdasarkan pengajarannya pastilah benar atau salah, dan mudah untuk dicek. Sebagai contoh, Alkitab mengatakan bahwa semua jenis kehidupan berkembang biak sesuai dengan jenis mereka masing-masing (Kejadian 1). Selama ribuan tahun manusia sudah menanam tanaman dan mengembangbiakkan hewan, dan adalah hukum yang sudah terbukti bahwa kehidupan menghasilkan kehidupan yang sejenis dengannya. Jika jagung berubah menjadi strawberry atau anjing menjadi beruang, maka Alkitab akan terbukti salah, tetapi hal ini tidak pernah terjadi. Demikian juga Alkitab mengatakan bahwa bumi diciptakan bagi manusia dan bintang-bintang diciptakan sebagai penerang dan tanda bagi bumi. Jadi, Alkitab memprediksikan bahwa tidak akan kehidupan di alam semesta bagian lain (kecuali di Surga). Dan persis inilah yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern. "Keheningan yang seram" membuktikan evolusi salah, dan membuktikan Alkitab benar. Tentu saja, para evolusionis yang ngotot mati akan tetap berharap akan menemukan bukti-bukti delusi mereka, dan mereka tidak akan membiarkan bukti-bukti ilmiah untuk menghalangi mereka.
TIDAK SABAR DENGAN PASIEN YANG TIDAK MAU MATI
Berikut ini disadur dari Rebecca Hagelin, "Impatience with Patients," Washington Times, 24 Mei 2010: "Suau malam saya menerima telpon dari keluarga saya di Florida bahwa Ayah sedang sekarat. Saya disuruhuntuk ke sana sesegera mungkin. Suami dan anak-ank saya segera berangkat, dan kami khawatir akan berjumpa ayah terakhir kali. Ayah dalam kondisi yang buruk. Jantungnya sangat payah, ginjalnya mulai gagal, dan ia memiliki organ hati yang rusak. Dari saat pertama kami masuk ke rumah sakit, seorang perawat menarik saya dan memberitahu saya untuk menandatangani surat 'jangan melakukan resusitasi.' 'Jika jantungnya berhenti,' dia berkata, 'adalah kejam dan menyakitkan untuk mencoba membangkitkan dia kembali dalam kondisinya saat ini.' Saya memberitahunya dengan tidak ragu-ragu bahwa saya tidak akan menandatangani instruksi tersebut. Perawat tersebut juga mendekati saudari saya dengan intensitas yang sama. Saya dengan cepat menemukan bahwa seorang teman keluarga juga dipepet di lorong dan diberitahu bahwa ia harus meyakinkan seorang anggota keluarga untuk menandatangani instruksi tersebut. ….Saya tidak akan pernah lupa bagaimana ayah saya memandang kepada saya dengan mata yang cemas sambil ia menceritakan kepada saya bagaimana ia didatangi banyak kali oleh staf untuk menandatangani instruksi tersebut. ….Ayah saya akhirnya pulang setelah beberapa hari kembali ke keluarganya. Tadinya para staf medis berpikir ia akan mati kapan saja. Tetapi mereka salah....Ia mulai sembuh: Fungsi ginjalnya bertambah baik dua kali lipat, hatinya kembali sehat, dan jantungnya menjadi cukup kuat sehingga ia menjalani penanaman alat pacu jantung yang memberikan kehidupan baru baginya. Karena kami kuat dalam kepercayaan kami bahwa kehidupan itu berharga, bahwa para pengerja medis profesional tidak boleh menahan prosedur dasar yang dapat menyelamatkan hidup, Ayah memiliki kesempatan untuk hidup. Ayah saya adalah seorang dokter selama hampir 45 tahun. Selama prakteknya, ia melihat dengan penuh tidak percaya bagaimana kedokteran berubah dari suatu 'seni menyembuhkan' yang berfokus pada 'kebaikan pasien' menjadi suatu 'ilmu' yang bekerja bagi 'kebaikan masyarakat.' ....Saya pertama kali membagikan cerita tentang ayah saya ini beberapa tahun yang lalu, tetapi sangatlah relevan dengan apa yang terjadi hari ini. Gerakan euthanasia telah menembus dunia kedokteran bertahun-tahun lamanya, dan dengan semakin banyak pemerintah yang mengambil alih bidang kesehatan, maka jelaslah orang-orang yang tua dan yang sangat sakit akan menjadi korban pembagian ransum kesehatan."
KETIKA ILMU PENGETAHUAN SALAH
Berikut ini dari Daryl Witmer, ChristianAnswers.net: "Pada tanggal 1 Juli 1818, seorang anak lelaki kecil lahir di Budapest, Hungaria. Ibunya memberikan dia nama Ignaz. Sambil anak itu tumbuh dewasa, minatnya kepada pengobatan dan ilmu pengetahuan juga bertumbuh. Akhirnya ia menjadi seorang dokter. Pada saat ia bekerja di Rumah Sakit Umum Vienna, Ignaz menyaksikan banyak sekali korban yang meninggal karena demam setelah melahirkan. Perlahan-lahan ia mulai mencurigai bahwa resiko meningkat jika ada orang yang berhubungan dengan penderita demam lainnya. Dengan berjalannya waktu, kecurigaannya berubah menjadi keyakinan yang mantap. Berpikir bahwa para dokter di rumah sakit dengan cara tertentu membawa penyakit tersebut dari ruang otopsi mayat dan menularkannya kepada para wanita di ruang bersalin, Ignaz memerintahkan agar semua dokter di bawah dia mencuci tangan mereka sampai bersih di cairan limau yang ber-klorin sebelum mereka memeriksa pasien. Ini adalah tindakan yang radikal dan kontroversial, dan menyebabkan banyak masalah bagi dokter muda tersebut. Harus diingat bahwa Ignaz mengambil pendirian ini bertahun-tahun sebelum Louis Pasteur, dengan mikroskopnya, mendokumentasikan secara ilmiah bahaya dari bakteri-bakteri menular. Tidak usah diragukan lagi, pada zaman Ignaz hidup, posisi radikal seperti ini tidaklah benar menurut ilmu dan politik saat itu. Karenanya, tekanan yang begitu besar ditimpakan kepada orang muda tersebut. Ia diolok-olok, dikejar-kejar, dan bahkan diserang dengan ganas. Karakternya dihitamkan habis-habisan. 'Ignaz tua yang gila' menjadi julukan yang diberikan kepadanya oleh tua dan muda yang bertemu dia di mana saja dia pergi. Walau demikian, ia mempertahankan posisinya, sama sekali sendirian – satu orang melawan seluruh komunitas ilmu pengetahuan pada zamannya. Tidak ada – satu pun tidak – yang setuju dengan dia. Ia secara universal dianggap seorang yang gila. Pada akhirnya, walaupun ia tidak pernah menyerah dalam bidang ilmu pengetahuan, tekanan yang luar biasa dan tak henti-hentinya itu, akhirnya mengalahkan dia. Ignaz menjadi gila. Kematiannya menyusul pada tanggal 1 Agustus 1965. Pada umur 47 tahun, Ignaz Philipp Semmelweis sudah berada pada kebenaran yang sebenar-benarnya, walaupun seluruh dunia dan ahli ilmu pengetahuan waktu itu berpikir sebaliknya. Tidak lama setelah itu, Joseph Lister melakukan operasi antiseptik-nya yang pertama, dan Semmelweis, yang belum genap setahun meninggal, sudah mendapatkan pembenarannya" (When Science Errors: The Oft Times Lonely Stand for Truth," http://aiia.christiananswers .net/resources/ thoughtletters/27/).
Sumber: Way of Life Ministry, Friday Church News Notes
Penerjemah: Dr. Steven E. Liauw
Graphe International Theological Seminary (www.graphe-ministry.org)
Untuk berlangganan, pilih opsi "Join Group" di: http://groups.yahoo.com/group/gits_buletin/
John Hagee, pendiri dari organisasi Christians United for Israel, menolak usaha-usaha untuk menobatkan orang-orang Yahudi. Ia mengatakan, "Aturan pertama yang dipegang oleh Christians United for Israel adalah bahwa tidak akan ada penginjilan dalam acara-acara kami. CUFI eksis hanya untuk menghormati dan mendukung umat Yahudi, tidak pernah untuk menobatkan mereka" (Hagee, "Why Christian Zionists Really Support Israel," 13 Mei 2010). Ini bukanlah tujuan Rasul Paulus 2000 tahun yang lalu. Ia tidak takut mempersalahkan Israel tentang pemberontakannya yang tegar tengkuk terhadap Allah dan juga penolakannya terhadap Mesias, dan dia jelas tidak ragu-ragu untuk menobatkan orang-orang Yahudi sebangsanya bagi Yesus. "....Paulus dengan sepenuhnya dapat memberitakan firman, di mana ia memberi kesaksian kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesus adalah Mesias" (Kis. 18:5-6). Kita simpati dan tidak membenci Israel, sesuai dengan Kejadian 12:3, tetapi itu tidak berarti mengabaikan dosa-dosanya dan keperluannya akan keselamatan. Sungguh, cara terbaik untuk memberkati Israel adalah dengan memberitakan kepadanya Injil yang mulia.
EDITOR: Dengan berita tentang penyerbuan Israel ke kapal Turki baru-baru ini, semangat membenci Israel kembali dikobarkan. Hal ini membuktikan bahwa nubuat Alkitab tidak pernah meleset. Alkitab telah menubuatkan jauh-jauh hari, bahwa pada akhir zaman Israel akan dibenci, dan bahkan akan diserang seluruh dunia. "Sesungguhnya Aku membuat Yerusalem menjadi pasu yang menyebabkan segala bangsa di sekeliling menjadi pening; juga Yehuda akan mengalami kesusahan ketika Yerusalem dikepung. Maka pada waktu itu Aku akan membuat Yerusalem menjadi batu untuk diangkat bagi segala bangsa. Siapa yang mengangkatnya pastilah mendapat luka parah. Segala bangsa di bumi akan berkumpul melawannya" (Zak. 12:2-3). Alkitab juga menubuatkan bahwa akan ada gereja sesat di akhir zaman, yang merupakan gabungan semua aliran yang ada (ekumene). Sebagai orang Kristen yang cinta Alkitab, kita tidak membenci Israel, tetapi menghendaki pertobatan mereka. Hati-hatilah, penggenapan nubuat sedang terjadi di depan mata kita, apakah anda siap?
KEHENINGAN YANG SERAM
Keheningan yang Seram adalah judul dari buku Paul Davies yang baru, yang merangkum hasil 50 tahun pertama dari program SETI (Search for Extraterrestrial Intelligence / Pencarian Intelijensi Luar Bumi). Lebih dari $130 juta telah dihabiskan untuk meneropong dan memindai alam semesta ini untuk mencari kehidupan di luar bumi, tetapi hasilnya adalah "keheningan yang seram." Disebut seram karena SETI didasarkan kepada asumsi evolusi bahwa kehidupan seharusnya berevolusi juga di planet-planet lain. Masalah ini dikenal dengan sebutan "Paradoks Fermi." Pada tahun 1950, Enrico Fermi, seorang ilmuwan atom, mendiskusikan masalah mengapa bukti-bukti adanya banyak kebudayaan lain di luar bumi yang maju tidak ditemukan. Ia bertanya, "Di manakah semua orang?" Jawabannya sudah ada dalam Alkitab sejak dulu, dan Kitab tersebut akurat dalam semua hal ilmiah yang terkandung dalamnya. Sementara tidak ada bukti yang dapat diobservasi yang mendukung evolusi Darwin, justru hanya ada bukti-bukti yang dapat diobservasi yang mendukung Alkitab. Prediksi-prediksi sederhana berdasarkan pengajarannya pastilah benar atau salah, dan mudah untuk dicek. Sebagai contoh, Alkitab mengatakan bahwa semua jenis kehidupan berkembang biak sesuai dengan jenis mereka masing-masing (Kejadian 1). Selama ribuan tahun manusia sudah menanam tanaman dan mengembangbiakkan hewan, dan adalah hukum yang sudah terbukti bahwa kehidupan menghasilkan kehidupan yang sejenis dengannya. Jika jagung berubah menjadi strawberry atau anjing menjadi beruang, maka Alkitab akan terbukti salah, tetapi hal ini tidak pernah terjadi. Demikian juga Alkitab mengatakan bahwa bumi diciptakan bagi manusia dan bintang-bintang diciptakan sebagai penerang dan tanda bagi bumi. Jadi, Alkitab memprediksikan bahwa tidak akan kehidupan di alam semesta bagian lain (kecuali di Surga). Dan persis inilah yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern. "Keheningan yang seram" membuktikan evolusi salah, dan membuktikan Alkitab benar. Tentu saja, para evolusionis yang ngotot mati akan tetap berharap akan menemukan bukti-bukti delusi mereka, dan mereka tidak akan membiarkan bukti-bukti ilmiah untuk menghalangi mereka.
TIDAK SABAR DENGAN PASIEN YANG TIDAK MAU MATI
Berikut ini disadur dari Rebecca Hagelin, "Impatience with Patients," Washington Times, 24 Mei 2010: "Suau malam saya menerima telpon dari keluarga saya di Florida bahwa Ayah sedang sekarat. Saya disuruhuntuk ke sana sesegera mungkin. Suami dan anak-ank saya segera berangkat, dan kami khawatir akan berjumpa ayah terakhir kali. Ayah dalam kondisi yang buruk. Jantungnya sangat payah, ginjalnya mulai gagal, dan ia memiliki organ hati yang rusak. Dari saat pertama kami masuk ke rumah sakit, seorang perawat menarik saya dan memberitahu saya untuk menandatangani surat 'jangan melakukan resusitasi.' 'Jika jantungnya berhenti,' dia berkata, 'adalah kejam dan menyakitkan untuk mencoba membangkitkan dia kembali dalam kondisinya saat ini.' Saya memberitahunya dengan tidak ragu-ragu bahwa saya tidak akan menandatangani instruksi tersebut. Perawat tersebut juga mendekati saudari saya dengan intensitas yang sama. Saya dengan cepat menemukan bahwa seorang teman keluarga juga dipepet di lorong dan diberitahu bahwa ia harus meyakinkan seorang anggota keluarga untuk menandatangani instruksi tersebut. ….Saya tidak akan pernah lupa bagaimana ayah saya memandang kepada saya dengan mata yang cemas sambil ia menceritakan kepada saya bagaimana ia didatangi banyak kali oleh staf untuk menandatangani instruksi tersebut. ….Ayah saya akhirnya pulang setelah beberapa hari kembali ke keluarganya. Tadinya para staf medis berpikir ia akan mati kapan saja. Tetapi mereka salah....Ia mulai sembuh: Fungsi ginjalnya bertambah baik dua kali lipat, hatinya kembali sehat, dan jantungnya menjadi cukup kuat sehingga ia menjalani penanaman alat pacu jantung yang memberikan kehidupan baru baginya. Karena kami kuat dalam kepercayaan kami bahwa kehidupan itu berharga, bahwa para pengerja medis profesional tidak boleh menahan prosedur dasar yang dapat menyelamatkan hidup, Ayah memiliki kesempatan untuk hidup. Ayah saya adalah seorang dokter selama hampir 45 tahun. Selama prakteknya, ia melihat dengan penuh tidak percaya bagaimana kedokteran berubah dari suatu 'seni menyembuhkan' yang berfokus pada 'kebaikan pasien' menjadi suatu 'ilmu' yang bekerja bagi 'kebaikan masyarakat.' ....Saya pertama kali membagikan cerita tentang ayah saya ini beberapa tahun yang lalu, tetapi sangatlah relevan dengan apa yang terjadi hari ini. Gerakan euthanasia telah menembus dunia kedokteran bertahun-tahun lamanya, dan dengan semakin banyak pemerintah yang mengambil alih bidang kesehatan, maka jelaslah orang-orang yang tua dan yang sangat sakit akan menjadi korban pembagian ransum kesehatan."
KETIKA ILMU PENGETAHUAN SALAH
Berikut ini dari Daryl Witmer, ChristianAnswers.net: "Pada tanggal 1 Juli 1818, seorang anak lelaki kecil lahir di Budapest, Hungaria. Ibunya memberikan dia nama Ignaz. Sambil anak itu tumbuh dewasa, minatnya kepada pengobatan dan ilmu pengetahuan juga bertumbuh. Akhirnya ia menjadi seorang dokter. Pada saat ia bekerja di Rumah Sakit Umum Vienna, Ignaz menyaksikan banyak sekali korban yang meninggal karena demam setelah melahirkan. Perlahan-lahan ia mulai mencurigai bahwa resiko meningkat jika ada orang yang berhubungan dengan penderita demam lainnya. Dengan berjalannya waktu, kecurigaannya berubah menjadi keyakinan yang mantap. Berpikir bahwa para dokter di rumah sakit dengan cara tertentu membawa penyakit tersebut dari ruang otopsi mayat dan menularkannya kepada para wanita di ruang bersalin, Ignaz memerintahkan agar semua dokter di bawah dia mencuci tangan mereka sampai bersih di cairan limau yang ber-klorin sebelum mereka memeriksa pasien. Ini adalah tindakan yang radikal dan kontroversial, dan menyebabkan banyak masalah bagi dokter muda tersebut. Harus diingat bahwa Ignaz mengambil pendirian ini bertahun-tahun sebelum Louis Pasteur, dengan mikroskopnya, mendokumentasikan secara ilmiah bahaya dari bakteri-bakteri menular. Tidak usah diragukan lagi, pada zaman Ignaz hidup, posisi radikal seperti ini tidaklah benar menurut ilmu dan politik saat itu. Karenanya, tekanan yang begitu besar ditimpakan kepada orang muda tersebut. Ia diolok-olok, dikejar-kejar, dan bahkan diserang dengan ganas. Karakternya dihitamkan habis-habisan. 'Ignaz tua yang gila' menjadi julukan yang diberikan kepadanya oleh tua dan muda yang bertemu dia di mana saja dia pergi. Walau demikian, ia mempertahankan posisinya, sama sekali sendirian – satu orang melawan seluruh komunitas ilmu pengetahuan pada zamannya. Tidak ada – satu pun tidak – yang setuju dengan dia. Ia secara universal dianggap seorang yang gila. Pada akhirnya, walaupun ia tidak pernah menyerah dalam bidang ilmu pengetahuan, tekanan yang luar biasa dan tak henti-hentinya itu, akhirnya mengalahkan dia. Ignaz menjadi gila. Kematiannya menyusul pada tanggal 1 Agustus 1965. Pada umur 47 tahun, Ignaz Philipp Semmelweis sudah berada pada kebenaran yang sebenar-benarnya, walaupun seluruh dunia dan ahli ilmu pengetahuan waktu itu berpikir sebaliknya. Tidak lama setelah itu, Joseph Lister melakukan operasi antiseptik-nya yang pertama, dan Semmelweis, yang belum genap setahun meninggal, sudah mendapatkan pembenarannya" (When Science Errors: The Oft Times Lonely Stand for Truth," http://aiia.christiananswers .net/resources/ thoughtletters/27/).
Sumber: Way of Life Ministry, Friday Church News Notes
Penerjemah: Dr. Steven E. Liauw
Graphe International Theological Seminary (www.graphe-ministry.org)
Untuk berlangganan, pilih opsi "Join Group" di: http://groups.yahoo.com/group/gits_buletin/
No comments:
Post a Comment